ESDM Punya 3 Skenario untuk Penuhi Kebutuhan Gas Bumi RI, Apa Saja?

ESDM Punya 3 Skenario untuk Penuhi Kebutuhan Gas Bumi RI, Apa Saja?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 01 Okt 2018 16:56 WIB
Wamen ESDM Arcandra Tahar/Foto: Sylke Febrina Laucereno
Jakarta - Kementerian ESDM berkomitmen untuk meningkatkan pemanfaatan sumber energi domestik di antaranya gas bumi yang memiliki cadangan terbukti sekitar 100 triliun Standar Cubic Feet (TCF) sebagai energi bersih dan ramah lingkungan.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan pada tahun 2017, pemanfaatan gas bumi untuk domestik sudah sebesar 59% atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41%. Pemanfaatan gas bumi domestik tersebut meliputi sektor industri sebesar 23,18%, sektor kelistrikan sebesar 14,09%, sektor pupuk sebesar 10,64%, Lifting Migas sebesar 2,73%, LNG Domestik sebesar 5,64%, LPG Domestik sebesar 2,17% dan 0,15% untuk Program Pemerintah berupa Jargas Rumah Tangga dan SPBG.

Sedangkan ekspor gas pipa sebesar 12,04% dan LNG Ekspor 29,37%. Perubahan signifikan Natural Gas Intelligence (NGI) Tahun 2018-2027 dengan NGI sebelumnya, yaitu pada metodologi proyeksi kebutuhan gas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Pada NGI sebelumnya, metodologi proyeksi kebutuhan gas digabung antara kebutuhan gas yang sudah kontrak dengan kebutuhan gas yang masih potensial," kata Arcandra pada peluncuran buku Neraca Gas Bumi Indonesia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (1/10/2018).

Dia memperhitungkan seluruh potensi pasokan gas bumi Indonesia dan memperhatikan 3 skenario kebutuhan gas bumi ke depan.

Arcandra menjelaskan untuk skenario pertama Neraca Gas Nasional diproyeksikan mengalami surplus gas pada tahun 2018-2027. Hal tersebut dikarenakan perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi serta tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa/LNG untuk jangka panjang.

Kemudian skenario kedua, Neraca Gas Nasional diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027 terdapat potensi di mana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan, namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.


Proyeksi kebutuhan gas pada skenario II, menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027.

"Asumsi pertumbuhan gas bumi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,5% untuk sektor Industri Retail, Pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal," ujar Arcandra.

Selanjutnya skenario ketiga, tambah Arcandra Neraca Gas Nasional diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Sedangkan tahun 2018 tetap mencukupi sesuai realisasi dan rencana tahun berjalan.

Sementara pada tahun 2025-2027, sebagaimana skenario kedua bahwa terdapat potensi di mana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan, namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario III menggunakan asumsi: Pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, sektor industri retail memanfaatkan gas pada maksimum kapasitas pabrik serta penambahan demand dari pertumbuhan ekonomi dengan asumsi 5,5%, pelaksanaan RDMP sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

NGI merupakan gambaran pasokan dan kebutuhan gas bumi nasional jangka panjang yang mencakup berbagai skenario proyeksi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Dengan demikian, sektor lain seperti industri, ketenagalistrikan dan kegiatan ekonomi lainnya mendapatkan gambaran pengembangan lebih jelas. (kil/zlf)

Hide Ads