"Kita harus tunggu pengadilan, nggak bisa nggak," kata Rini di sela-sela kunjungannya ke Makassar, Jumat (5/10/2018).
PKPU sendiri akan menentukan nasib perusahaan maskapai pelat merah ini, akan bangkit dari 'mati suri' atau benar-benar mati. Jika proposal perdamaian diterima kreditur melalui suntikan modal pun, jalan untuk kembali hidup masih panjang. Sebab, mesti ada persetujuan dari DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apapun kita harus cari jalan terbaik untuk Merpati," ujarnya singkat.
Baca juga: Merpati Bangkit dari 'Mati Suri' di 2020 |
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Edi Winarto menerangkan, sidang PKPU mulanya akan terlaksana pada 3 Oktober 2018 namun mundur menjadi 17 Oktober 2018.
"3 Oktober rencana, karena masih belum ada kesepakatan diundur lagi tanggal 17 Oktober. Setelah tanggal 17 masih ada kesempatan lagi perpanjangan kalau misalnya belum selesai," kata dia kepada detikFinance, Kamis (4/10/2018).
Dia mengatakan, mundurnya sidang tak lain karena proposal perdamaian yang ditawarkan Merpati belum membuat kreditur yakin.
"Ada proposal perdamaian, kalau misalnya para kreditur belum yakin, dia mengambil keputusan belum yakin juga. Untuk disetujuinya proposal perdamaian, kreditur harus yakin," ujarnya.
Dia melanjutkan, adanya penundaan ini memberikan kesempatan bagi Merpati untuk memperbaiki proposal perdamaiannya."Kemarin apa yang disampaikan, mungkin belum memberikan keyakinan kreditur sehingga ditunda lagi. Memberikan kesempatan Merpati memperbaiki proposalnya," katanya.
Untuk diketahui, Merpati saat ini dalam keadaan mati suri. Maskapai ini telah berhenti operasi sejak tahun 2014. Kemudian, Sertifikat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SIUAU/NB) telah dicabut sejak tahun 2015.
Merpati tumbang karena masalah keuangan. Beban kewajiban Merpati saat ini sebesar Rp 10,72 triliun dengan aset hanya Rp 1,21 triliun. Ekuitas Merpati tercatat Rp 9,51 triliun. (zlf/zlf)