"Saya melihat, yang kita inginkan di sini adalah ada solusi baru untuk pangan Indonesia. Kami bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan Hari Pangan Sedunia tahun ini. Termanfaatkannya lahan rawa di Kalimantan Selatan ini, menjadi obatnya paceklik," kata Amran dalam keterangan tertulis, Selasa (16/10/2018).
Saat mengecek kesiapan pilot pengembangan lahan rawa di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, hari ini, Amran menjelaskan lahan rawa yang dimanfaatkan di kawasan luar Jawa bisa menopang produksi padi selama musim paceklik yang terjadi pada Desember hingga Januari. Tak hanya dari Kalimantan Selatan, produksi padi saat paceklik juga ditopang Sumatera Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa itu selatan-selatan, yakni Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Ada lima provinsi yang kita bangun yang luasnya kurang lebih 10 juta hektare. Jadi generasi kita ke depan, tidak usah ragu, kita sudah menemukan solusi baru untuk pangan Indonesia. Stok beras kita aman," sambungnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan, peringatan HPS ke-38 di Kalimantan Selatan ini adalah untuk mengembangkan lahan rawa menjadi lahan padi produktif seluas 4.000 ha. Sebanyak 750 ribu di antaranya sudah ditanami padi, bahkan direncanakan siap dipanen pada puncak peringatan HPS.
Untuk itu ia menyebutkan pemanfaatan lahan rawa dilakukan secara berkelanjutan untuk menghasilkan komoditas pangan strategis, terutama beras. Pihaknya telah menyusun berbagai regulasi pendukung agar lahan rawa tetap sebagai lahan pertanian produktif.
"Regulasi untuk keberlanjutan pemanfaatan lahan rawa pasca HPS ini sudah buat dari awal, semua yang menghambat kepentingan rakyat petani kita cabut. Ada 241 regulasi pertanian pertanian telah dicabut yang menghambat percepatan produksi pangan," sebutnya.
Salah satu regulasi yang dimaksud Amran yakni merubah sistem tender menjadi penunjukan langsung atau e-catalog. Menurutnya, dengan regulasi ini bantuan dapat diturunkan ke petani secara cepat sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
"Dulu kalau mau memupuk, mengolah lahan harus tender. Kita tau turun APBN di bulan Februari, jika tender berarti baru terealisasi 3 bulan. Tapi dengan regulasi e-catalog, kami perintahkan hari ini butuh traktor, sore sudah tiba," ujarnya.
"Jadi inilah perintah Bapak Presiden dan hasil revolusi mental. Karena tanaman, apalagi ada tikus, tidak bisa mengatakan tunggu dulu tender. Ini yang kita ubah, kita percepat agar petani sejahtera," pungkas Amran. (ega/hns)