Dalam kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Pangan Dunia di Kalimantan Selatan itu, Agung menyatakan bahwa Indonesia sudah berupaya keras untuk mengatasi sejumlah persoalan yang dihadapi.
Peningkatan jumlah penduduk juga paralel dengan permintaan akan pangan dalam hal kualitas maupun kuantitas, pada saat yang sama konversi lahan dan fragmentasi, perubahan iklim dan kondisi cuaca ekstrim, serta petani yang sudah tua bekerja di sektor pertanian tanaman pangan tidak memiliki insentif sosial dan ekonomi menjadi persoalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menyampaikan, Indonesia tidak akan berhenti pada upaya pemenuhan pangan di dalam negeri saja, tetapi bertujuan mencapai surplus dalam produksi sehingga dapat menjadi bagian dari solusi kekurangan pangan dunia.
Ia bahkan membuktikan bahwa selama beberapa tahun terakhir produktivitas yang didorong melalui kebijakan yang tepat mampu mendorong produktivitas bahkan mencapai swasembada untuk komoditas sepeeti beras, bawang merah, cabai dan jagung.
"Kami juga menargetkan surplus komoditas pangan strategis lainnya, sehingga pada tahun 2045, satu abad setelah kemerdekaan negara, kita bisa menjadi Lumbung Pangan Dunia," tegas Agung.
Pada bagian lain, Agung menjelaskan upaya pemanfaatan lahan rawa yang sedang digalakkan pemerintah saat ini.
"Lahan rawa menjadi jawaban untuk perluasan lahan pertanian di Indonesia karena cukup besar, selain tetap mengintensifkan pertanian lahan yang sudah ada. Lahan rawa harus dapat dikelola secara menguntungkan dan berkelanjutan," urai Agung.
Workshop yang digelar Badan Litbang Pertanian ini dihadiri sekitar 100 peserta dari para akademisi berbagai perguruan tinggi, narasumber beberapa negara, para peneliti dan lainnya. Peserta juga akan melihat keberhasilan Indonesia dalam optimalisasi pemanfaatan lahan rawa di desa Jejangkit Muara, Kabupaten Barito Kuala Kalsel. (idr/hns)