Disampaikan oleh Deputi Bagian Teknologi, Informasi, Energi dan Mineral (TIEM) BPPT, Eniya Listiani Dewi mengatakan pada dasarnya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sektor energi paling banyak digunakan untuk transportasi. Bahkan, angkanya mencapai 94%.
Maka dari itu, kata Dewi, dibutuhkan inovasi transportasi darat guna mengurangi penggunaan BBM untuk transportasi. Misalnya seperti menggunakan MRT maupun LRT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, bila diperhitungkan kendaraan umum memiliki volume BBM yang tetap namun dengan tingkat daya tampung yang lebih banyak.
"Perpindahan Moda Transportasi, dari angkutan pribadi ke Bus Rapid Transit (BRT), MRT, LRT dan Commuter Line. Nah, opsi ini dapat mengurangi penggunaan BBM karena volume atau daya muat penumpang angkutan massal lebih banyak dibanding angkutan pribadi atau angkutan umum lainnya," kata Dewi dalam Outlook Energi 2018 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Lebih lanjut, berkat pembangunan tersebut dihitung-hitung total penghematan BBM bisa mencapai 8,08 juta kl di tahun 2050. Selain itu juga menguragi emisi gas rumah kaca mencapai 18,27 juta ton CO2.
Dengan begitu, adanya MRT dan LRT diharapkan mampu mendorong Indonesia memenuhi target kontribusi mengurangi dampak rumah kaca dan meningkatkan ketahanan energi.
"Peningkatan Efisiensi Energi, untuk mobil penumpang, sepeda motor, bus dan truk, serta Cummuter Line (CL). Opsi ini dapat menghemat BBM sebesar 8,08 juta kl pada tahun 2050. Penurunan emisi GRK sebesar 18,27 juta ton CO2 pada tahun 2050. Hal ini akan membantu Indonesia dalam memenuhi Nationally Determined Contribution (NDC)," pungkas dia. (das/das)