"Ini sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, untuk mencapai swasembada bawang putih 2021, agar jangan main main dalam melaksanakan program, baik APBN maupun wajib tanam importir," tegas Suwandi dalam keterangan tertulis, Rabu (24/10/2018).
Ia menambahkan pihaknya telah mengeluarkan surat teguran keras kepada 21 importir. Sejumlah importir tersebut telah memperoleh RIPH (rekomendasi impor produk hortikultura) 2017, SPI dari Kementerian Perdagangan, namun tak ada indikasi untuk menyelesaikan kewajiban tanam pasca dikeluarkan rekomendasi impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suwandi menyatakan, jika sampai batas waktu 31 Desember 2018 tak ada respons positif dari importir tersebut, maka pihaknya tak segan-segan mengambil tindakan tegas.
"Dalam berbagai kesempatan, kami sudah coba ajak dan undang para importir tersebut untuk hadir. Setidaknya sudah 3 kali kami undang, yaitu saat pertemuan di Semarang, lalu di Yogyakarta dan terakhir di Kantor Ditjen Hortikultura Jakarta 18 September 2018. Namun sepertinya, tidak ada respons dan iktikad baik dari para importir tersebut," tuturnya.
"Kami sudah layangkan surat teguran keras kepada 21 importir tersebut. Untuk selanjutnya instansi terkait yang mengundang mereka. Yang pasti kami tidak akan menerbitkan kembali rekomendasi impor terhadap importir yang mangkir dari wajib tanamnya," sambung Suwandi.
Untuk diketahui ketentuan mengenai wajib tanam bagi importir bawang putih telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (permentan) Nomor 38 Tahun 2017 juncto 24 Tahun 2018 tentang RIPH. Di dalam Permentan tersebut diatur mengenai sanksi jika pelaku usaha tidak melakukan wajib tanam dikenakan sanksi tak mendapat RIPH. Bahkan jika dilakukan selama 2 kali berturut-turut (2017-2018) importir tak diberikan RIPH selama 2 tahun.
Selain itu, pihaknya juga menemukan indikasi pengiriman benih palsu oleh penyedia untuk kegiatan pengembangan kawasan bawang putih di 3 kabupaten di Sumatera dan Jawa. Menurut Suwandi, berdasaran hasil uji DNA sampel benih yang ditanam petani di tiga kabupaten, hasilnya tidak sesuai dengan DNA pembanding.
Ia mengambil contoh dari satu kabupaten di Jawa dan Sumatera yang DNA-nya berbeda ketika dilakukan pengujian dengan pada kontrak pengadaan.
"Kalau hal-hal begitu dibiarkan, berpotensi menimbulkan kerugian negara, dan yang lebih memprihatinkan lagi kalau sampai membuat petani putus asa tidak mau menanam lagi," tegas Suwandi.
Menyikapi hasil pengujian DNA tersebut pihaknya melayangkan surat kepada Dinas Pertanian 3 Kabupaten agar segera mengevaluasi seluruh proses pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan bawang putih. Ia meminta pertanggungjawaban penyedia yang terbukti melakukan wanprestasi pelanggaran kontrak kesepakatan.
"Jika penyedia tidak bisa mempertanggungjawabkan, dalam waktu dekat akan diajukan proses secara hukum," pungkasnya. (ega/ega)