Realisasi Investasi Melesu, BKPM: Kebijakan Ekonomi Kurang Nendang

Realisasi Investasi Melesu, BKPM: Kebijakan Ekonomi Kurang Nendang

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 30 Okt 2018 19:50 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Realiasi investasi periode Januari-September 2018 tercatat naik 4,3 dari Rp 513,2 triliun (Januari-September 2017) menjadi Rp 535,4 triliun. Namun jika dilihat secara kuartalan (Juli-September 2018) realisasi investasi turun 1,6% dari Rp 176,6 triliun (Juli-September 2017) menjadi Rp 173,8 triliun.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, penurunan realisasi investasi di kuartal III-2018 lebih disebabkan faktor internal. Meskipun ekonomi RI juga tengah dibayangi kondisi eksternal yang kurang menggembirakan seperti perang dagang dan melemahnya mata uang.

"Saya pribadi tetap menempatkan tanggung jawab pada faktor internal. Jadi menirut saya eksekusi implementasi dari kebijakan yang pro investasi masih kurang," tuturnya di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Menurut Thomas, realisasi investasi merupakan buah panen dari apa yang ditanamkan 1 tahun sebelumnya. Menurutnya pada 2017 tidak ada kebijakan pro investasi yang kuat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau investasi di 2018 lemah, itu berarti mencerminkan upaya-upaya yang kurang berhasil 12 bulan sebelumnya. Faktor eksternal itu di luar kendali kita. Kita jangan berlebihan menyalahkan faktor eksternal," tambahnya.

Menurutnya kondisi ekonomi global yang tidak menentu seharusnya bisa diantisipasi jika ada kebijakan yang mampu menggenjot investasi. Sayangnya Thomas memandang tidak ada kebijakan yang benar-benar berhasil diterapkan.

"Secara manajerial kita harus fokus ke dalam. Kita harus sikapinya dengan dewasa dan mengakui bahwa mohon maaf tapi menurut saya eksekusi visi dari Presiden masih kurang," tambahnya.

Thomas mencontohkan salah satu kebijakan yang dianggapnya kurang 'nendang' adalah insentif tax holiday atau libur bayar pajak untuk wajib pajak badan selama 5-20 tahun. Menurutnya kebijakan itu kurang mendapatkan antusias dari para investor.

"Kita sudah keluarkan tax holiday 20 tahun tapi sepi peminat. Saya kira tidak lebih dari 10 investor yang melamar. Kebijakan ini hanya mencakup 3% dalam subsektor ekonomi. Jadi kriterianya terlalu sempit tidak nendang," imbuhnya.

Sebelumnya pemerintah sudah keluarkan kebijakan wajib pajak (WP) badan yang melakukan penanaman modal baru pada industri pionir dapat memperoleh pengurangan PPh Badan atas penghasilan dari kegiatan usaha utama sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang terutang dengan jangka waktu 5-20 tahun dengan penanaman modal mulai dari Rp 500 miliar sampai Rp 30 triliun. Kebijakan ini mencakup 17 industri.
Kini, kata Thomas, Presiden Joko Widodo meminta untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengkaji perpanjangan batas waktu libur bayar pajak atau tax holiday menjadi 50 tahun.

"Saya bukannya enteng janjikan tax holiday setengah abad, tapi kita harsu lakukan apa yang harus dilakukan. Jadi kita sekarang dorong tax holiday lebih nendang bukan hanya jumlah tahun tapi juga mencakup lebih banyak sektor dan juga deregulasi atau reformasi yang lainnya yang bisa kembalikan momentum pada realisasi investasi," tutupnya. (das/dna)

Hide Ads