Tak Lagi Terpaku pada Sawah, Kementan Bidik Lahan Rawa

Tak Lagi Terpaku pada Sawah, Kementan Bidik Lahan Rawa

Robi Setiawan - detikFinance
Selasa, 30 Okt 2018 20:05 WIB
Ini Penampakan Lahan Rawa untuk Pertanian di Kalsel/Foto: Istimewa/Kementan
Jakarta - Salah satu persoalan yang membayangi sektor pertanian sejak lama adalah konversi lahan pertanian. Untuk menyiasati semakin minimnya lahan produktif, Kementerian Pertanian (Kementan) menjalankan program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB).

"Kementan tidak lagi terpaku pada lahan sawah, baik yang irigasi maupun non irigasi, tetapi juga telah memanfaatkan lahan rawa dan lahan kering yang jumlahnya diperkirakan 1,2 juta hektare," kata Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro dalam keterangan tertulis, Selasa (30/10/2018).

Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) total lahan rawa yang berpotensi untuk dikembangkan 9,52 juta hektare. Lahan tersebut tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Lampung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Syukur menjelaskan diperlukan pemanfaatan teknologi dan sinergi berbagai pihak sehingga rawa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi pangan. Selain itu penggunaan varietas adaptif lahan rawa juga dipercaya akan mendorong keberhasilan budi daya tanaman di lahan rawa.

"Varietas padi unggul yang adaptif terhadap genangan memungkinkan produktivitas padi di lahan rawa mencapai 6 hingga 9,5 ton per hektare. Selain itu, pemanfaatan lahan rawa dilakukan dengan menjalin kerja sama antara pemerintah pusat, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat," jelasnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa produksi beras surplus 2,8 juta ton. Data terbaru ini didapat menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabah kering giling (GKG) untuk kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional.

"Fakta telah menunjukkan bahwa sekalipun dengan menggunakan metode baru KSA, terbukti produksi padi pada 2018 masih lebih tinggi dari kebutuhannya," tegasnya.

Oleh sebab itu menurutnya dengan adanya pendapat sejumlah pihak yang masih berpikir perlunya impor, dikhawatirkan dapat mendemotivasi petani padi.

"Jika petani tidak menanam, bangsa ini tidak makan," katanya.

Kunci Keberhasilan Sektor Pertanian di Tangan Petani

Persoalan kedaulatan pangan tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber daya alam. Potensi sumber daya alam tidak dapat termanfaatkan maksimal tanpa dukungan sumber daya manusia yang mumpuni.

Dengan alasan itulah Syukur menjelaskan bahwa Kementan menitikberatkan pada capaian utama yakni kesejahteraan petani. Hal ini menurutnya dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolak ukur daya beli petani terus meningkat.

Selain itu menurut Syukur kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir.

"Data BPS menyebutkan 2014 nilai NTUP hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03," jelasnya.

Dirinya menjelaskan besarnya perhatian pemerintah terhadap regenerasi petani dituangkan dalam kebijakan anggaran yang difokuskan untuk bantuan sarana dan prasarana pertanian yang dapat digunakan petani untuk berproduksi. Bahkan menurutnya sebanyak 85% anggaran 2018 digunakan untuk sarana dan prasarana pertanian.

Lebih lanjut berdasarkan Surat Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan RI, pagu anggaran Kementan Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp 21,7 triliun. Alokasi anggaran terbesar diberikan untuk Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Hasil Tanaman Pangan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebesar Rp 6 triliun.

"Kami mensyukuri bahwa selama empat tahun ini, kebijakan yang dijalankan Kementerian Pertanian telah membawa sektor pertanian Indonesia ke arah yang lebih baik. Ini terlihat dari ekspor komoditas pertanian yang semakin meningkat, tercatat nilai ekspor pertanian 2017 meningkat 24% dibanding tahun sebelumnya, dan angka impor yang menurun di beberapa komoditas pertanian stretagis," ungkapnya.


Syukur melanjutkan, pada 2017 peningkatan produksi sejumlah komoditas strategis sudah berkembang menjadi prestasi ekspor. Indonesia telah berhasil ekspor beras khusus 3.456 ton, bawang merah 7.623 ton dan jagung 1.879 ton ke beberapa negara. Pada 2018 prestasi ini pun kembali berulang.

"Berdasarkan data ekspor sementara hingga bulan Agustus kemarin, tercatat ekspor beras konsumsi sudah mencapai 3.081 ton, meningkat 117,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara bawang merah 3.038 ton, meningkat 70,53%," jelasnya.

"Ekspor jagung segar bahkan mencatat pertumbuhan ekspor yang fantastis yaitu meningkat 21.476% persen dari periode Januari-Agustus 2017 yang hanya 1.241 ton menjadi 267.859 ton pada periode sama tahun ini. Kami harapkan pada akhir tahun nanti, catatan ini bisa jauh lebih baik lagi," sambungnya.

Berbagai keberhasilan ini menurutnya menumbuhkan harapan bahwa Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia. Kementan telah menetapkan visi bahwa Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045.

"Bagi sejumlah pihak, target ini mustahil dicapai. Tapi kami meyakini bahwa dengan kerja keras dan optimisme dari semua kelompok masyarakat, Indonesia tidak hanya akan mandiri pangan, tapi menjadi negara yang menjadi lumbung pangan bagi negara-negara lainnya," katanya.

Menurutnya berbagai terobosan dan capaian di sektor pertanian selama empat tahun ini membuktikan bahwa posisi Kementan selalu berada di pihak petani, berjuang dan memfasilitasi petani agar terus bergairah untuk menanam dan berproduksi.

"Kami menghimbau kepada seluruh pihak untuk mengakhiri polemik data beras ini, dan meletakkan kepentingan petani di atas segalanya," pungkasnya. (ega/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads