Perkenalan dengan polder mini ini dilakukan saat Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 di Desa Jejangkit Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan sebagai duplikasi dari yang dikembangkan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, saat purnama atau saat bulan mati terjadi pasang besar. Saat bulan sabit terjadi penurunan air atau surut. Pengalaman ini yang menjadi indegenous knowledge untuk memanfaatkan air untuk bercocok tanam.
Menurut Hendri, ini merupakan cara praktis untuk menyiasati keadaan tata air di lahan rawa dengan membuat saluran yang disebut handil. Saat ini, ratusan bahkan ribuan handil sudah umum digunakan oleh masyarakat, terutama di sepanjang sungai-sungai besar seperti Barito, Mahakam, Kapuas, Kahayan, dan lainnya.
"Handil adalah saluran yang dibuat menjorok masuk dari badan sungai sejauh 1-2 km dengan lebar antar 1-2 m dan kedalaman 0,5-1,0 m sehingga pada saat pasang, air bisa masuk melalui handil dan saat surut, air bisa keluar. Model ini sekaligus membuang hasil cucian (leached) ke sungai," jelas Hendri, Kamis (25/10/2018).
Dia menerangkan bahwa masyarakat mengembangkan sistem pengairan yang disebut tabat. Dengan menyusun kayu gelam atau tanah hingga berupa dam atau tameng untuk menahan air, lalu bisa tertampung atau tersimpan di saluran sehingga tidak hilang menjadi air limpasan (run off).
Tabat atau dam limpas (dam overflow) dapat disesuaikan tingginya dengan keinginan tinggi muka air yang diharapkan. Dari tabat inilah munculnya istilah pintu air, flapgates, stoplog atau sekat.
Dilanjutkan Hendri bahwa sistem polder ini merupakan gabungan antara sistem handil, tabat dan tanggul keliling. Sistem ini diperkenalkan oleh seorang ahli pengairan berkebangsaan Belanda Schophyus bersama seorang Manteri Tani di Kalimantan Idak pada masa pemerintah Belanda.
Implementasi sistem polder ini pernah dilakukan di rawa lebak Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel yang dikenal dengan Polder Alabio yang luasannya mencapai 6 ribu hektare, tetapi belum berhasil dengan baik.
"Sistem ini merupakan bangunan air berupa tanggul keliling yang dilengkapi saluran utama masuk, keluar dan saluran pembagi. Dilengkapi juga dengan pompa besar untuk memasukan air pada saat kekeringan dan mengeluarkan pada saat kelebihan," terang dia.
Selain itu, Peneliti Balittra Herman Subagio menyatakan bahwa sistem polder ini dikembangkan dan disempurnakan sehingga bisa diterapkan dengan baik. Jika yang dikembangkan pada Polder Alabio mencapai luas 6 ribu hektare, maka pada sistem polder mini ini hanya mencapai luas antara 100-300 hektare.
Ada tiga jurus pengelolaan air yang diaplikasikan, jelas Heman. Pertama, adanya tanggul keliling yang kokoh. Kedua, adanya jaringan tata air berupa saluran masuk, keluar dan saluran pembagi. Ketiga, tersedianya pompa besar pada pintu masuk atau keluar untuk mengatur tinggi muka air dengan memompa air masuk bila kekurangan air dan memompa air keluar dari dalam bila kelebihan air.
"Penyempurnaan sistem polder dan mengoptimalkan pertanian di lahan rawa telah dikembangkan sistem polder mini yang pada prinsipnya menerapkan apa yang disebut handil, tabat atau tanggul dan aliran satu arah," imbuh Herman.
Herman menuturkan bahwa ketiga jurus itu diimplementasikan pada sistem polder mini Jejangkit Muara yang unit pengembangannya seluas 240 hektare. Dengan dibangunnya tanggul keliling, saluran sekunder dan tersier masuk dan keluar, dan tersedianya pompa, yaitu pompa masuk dan pompa keluar.
Maka penggunaan polder mini ini dapat meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 180 dan/atau IP 200, mengingkatkan hasil panen karena efisiensi pencucian zat-zat beracun (leaching) dan meningkatkan pH tanah dan ketersediaan hara tanaman, sehingga hasil padi juga meningkat.
"Melalui sistem polder mini, hasil pertanaman padi varietas Inpara 2,3, 8 dan 9 menunjukkan pertumbuhan yang optimal, tampak menguning dengan bulir-bulirnya yang panjang dan berisi," tutup Herman. (mul/fdl)