Meski begitu Pengamat Ekonomi Politik Pertanian sekaligus Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, menilai data Kementan tentang beras bersumber dari BPS dengan metode eyes estimate. Sedangkan data terbaru yang dirilis juga dari BPS dengan Metode KSA (Kerangka Sampel Area)
"Sejak zaman orde baru sampai sekarang data pangan satu pintu di BPS. Kementan tidak mengolah data pangan. Semua rilis data Kementan logikanya berasal dari BPS," kata Gandhi di Bogor, Rabu (24/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data BPS metode eyes estimate itu lah yang dirilis Kementan dan disajikan. Jadi data yang dimiliki dan ada di laman Kementan itu 100% adalah data bersumber BPS. Tapi BPS rilis untuk intern," terang Gandhi.
Meski begitu, terlepas dari diskursus metode penghitungan ini, ia mengatakan diversifikasi pangan dan mengurangi impor bahan pangan pokok harus tetap dijaga.
"Jangan sampai data berkurangnya luas lahan panen menjadi alasan dibukanya keran impor sebesar-besarnya menjelang Pilpres 2019" tandasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan ketidaksepakatannya terhadap data beras yang baru saja dirilis pemerintah. Menurutnya surplus beras seharusnya lebih besar dari 2,85 juta ton jika menghitung stok di rumah tangga petani sebanyak 15 juta keluarga atau setara 6,2 juta ton pada 2017. (ega/hns)