Rupiah Kembali Perkasa Lawan Dolar AS

Rupiah Kembali Perkasa Lawan Dolar AS

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 03 Nov 2018 11:49 WIB
1.

Rupiah Kembali Perkasa Lawan Dolar AS

Rupiah Kembali Perkasa Lawan Dolar AS
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (2/11) menguat. Ini tercermin dari mulai redanya tekanan dolar AS terhadap mata uang garuda.

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) Jumat sore berada di level Rp 14.939. Dolar AS lengser dari level Rp 15.000. Mengutip Reuters, Jumat (2/11/2018), dolar AS berada di level tertingginya di Rp 15.125 dan level terendahnya di Rp 14.931.

Berikut ulasannya:
Nilai tukar rupiah menguat cukup tinggi terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan penguatan mata uang Garuda ini paling tinggi di Asia.

Seperti dikutip dari data perdagangan RTI, Jumat (2/11/2018), berikut data mata uang Asia terhadap dolar AS hingga sore hari ini:

- Rupiah naik 134 poin (0,89%) ke posisi 14.959
- Won Korea Selatan naik 12,9 poin (1,15%) ke posisi 1.111
- Rupee India naik 0,95 poin (1,29%) ke posisi 72,48
- Dolar Taiwan naik 0,19 poin (0,62%) ke posisi 30,6
- Baht Thailand naik 0,14 poin (0,43%) ke posisi 32,7
- Peso Filipina naik 0,12 poin (0,23%) ke posisi 53
- Yuan China naik 0,06 poin (0,89%) ke posisi 6,8
- Dolar Hong Kong naik 0,02 poin (0,22%) ke posisi 7,8
- Ringgit Malaysia naik 0,01 poin (0,40%) ke posisi 4,1

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menjelaskan kondisi pasar keuangan global yang berlanjut kondusif dan pasar valuta asing domestik yang sangat aktif, menjadi penopang penguatan nilai tukar rupiah hari ini secara cukup signifikan.

Dia menambahkan selama dua dasawarsa terakhir pasar NDF (Non Delivery Forward) rupiah hanya berlangsung di pasar keuangan luar negeri, yang seringkali berpengaruh fluktuasinya pada pasar tunai (spot) di dalam negeri.

"Sekarang telah lahir pasar NDF di dalam negeri atau Domestik Non-Delivery Forward (DNDF), yang dalam dua hari terakhir mulai aktif ditransaksikan oleh 10 bank. Bila pada hari perdana volume transaksi DNDF mencapai US$ 60 juta, maka pada hari kedua mencapai US$ 90 juta," kata Nanang di gedung BI, Jakarta Pusat, Jumat (2/11/2018).

Dia menyebut BI optimistis pasar DNDF ini akan terus berkembang karena akan menambah instrumen lindung nilai terhadap risiko fluktuasi kurs dengan biaya yang efisien tanpa penyerahan dalam mata uang dolar AS, tapi berupa selisih antara kurs DNDF dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang dibayarkan dalam rupiah.

Nanang mengatakan saat pasar valas antar bank yang cukup aktif, penguatan rupiah juga dipicu oleh berlanjutnya arus modal asing yang masuk ke pasar sekunder obligasi negara yang pada hari Jumat 2 November 2018 ini mencapai Rp 3,1 triliun.

Arus modal portofolio asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sejak awal September 2018 sampai akhir Oktober 2018 mencapai Rp 21,1 triliun.

Ini terutama ditopang oleh sudah tingginya imbal hasil (yield) obligasi negara tenor 10 tahun yang sempat menyentuh 8,7%. Bila dikurangi tingkat inflasi yang mencapai 3,1% maka secara real, imbal hasil obligasi negara mencapai 5,6%, merupakan level tertinggi dalam skala negara emerging market setelah Brasil.

"Selain tingkat inflasi domestik yang rendah, optimisme pelaku pasar terhadap rencana negosiasi antara Presiden Trump dengan President Xi Jinping untuk menyelesaikan sengketa dagang pada pertemuan G-20 di Argentina bulan ini turut menjadi katalis yang mendorong kembalinya arus modal portofolio ke Indonesia," jelas dia.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan hal tersebut dipengaruhi dua faktor eksternal.

Pertama, kata Mirza, pelemahan dolar dipengaruhi oleh membaiknya perundingan perang dagang antara AS dengan China yang sebelumnya berdampak pada negara-negara berkembang.

Bahkan, ia menilai membaiknya perundingan tersebut sudah berdampak dalam dua hari terakhir ini.

"Jadi memang situasi pasar keuangan di emerging market termasuk, Indonesia ya dalam dua hari ini membaik cukup signifikan terutama didorong oleh satu, yaitu perundingan Amerika dengan Tiongkok itu ada kemajuan walaupun belum selesai," kata dia usai pembukaan renovasi tata ruang di Museum BI, Jakarta, Jumat (2/11/2018).

"Nah itu mendorong pelemahan kurs negara-negar lain (trade war) kan ini kalau dua gajah bertempur ya yang lain jadi menderita. Jadi dengan hari ini ada kemajuan, ada progres di dalam perundingan Amerika-China," sambung dia.

Lebih lanjut, faktor kedua yang turut menguatkan nilai tukar rupiah yaitu data perekonomian Amerika yang mulai stabil. Sebab, dengan data tersebut kebijakan Amerika dinilai tikat akan terlalu 'kencang' lagi.

Ia pun masih menganggap data perekonomian Amerika masih tetap kencang walaupun tidak seperti biasanya.

"Dan data-data Amerika juga menunjukkan data-data inflasinya dan perkembangan ekonominya mulai flat ya, kan biasanya data kuat sekali dan membuat inflasi naik. Kalau inflasi naik kemudian suku bunga AS naik cepat. Nah, sekarang data terakhir ini menunjukkan bahwa data2 Amerika ini sudah mulai kehilangan daya pacunya, masih kencang tapi daya pacunya masih nggak sekencang yang awal tahun ini," papar dia.

Mirza juga menjelaskan hari ini BI sama sekali tidak melakukan intervensi terhadap pasar. Sehingga penguatan rupiah murni berasal dari faktor eksternal.

"Nggak ada BI intervensi hari ini jadi itu kurs market sendiri dan itu menguat karena supply dan demand," tutup dia.

Mengutip data Reuters, Jumat (2/11/2018), dolar AS pada awal tahun berada di level Rp 13.568. Di Januari rupiah sedang di atas angin.

Pada 25 Januari 2018, dolar AS terus melemah bahkan hingga level Rp 13.289. Tren positif itu terus berlangsung hingga akhir Januari.

Namun pada Februari 2018, dolar AS mulai menguat. Pada akhir bulan itu dolar AS menguat hingga level Rp 13.745.

Memasuki Maret 2018, dolar AS terhadap rupiah seimbang. Dolar AS sepanjang bulan berada di kisaran Rp 13.700an.

Dolar AS mulai masuk ke level Rp 14.000 pada Mei 2018. Dolar AS menyentuh level Rp 14.080 pada 10 Mei 2018. Kemudian ke level Rp 14.185 pada 21 Mei 2018.

Hingga awal Juni rupiah kembali menguat dan meninggalkan level Rp 14.000. Namun pada 28 Juni 2018 dolar AS kembali sentuh level Rp 14.390.

Dolar AS terus menunjukkan keperkasaannya setelah ditopang berbagai gejolak perekonomian global. Ditambah lagi tren kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed.

Pada 5 September 2018 dolar AS tembus level Rp 14.935. Lalu untuk pertama kali dolar AS tembus Rp 15.001 pada 2 Oktober 2018.

Pada 5 Oktober 2018, dolar AS kembali melejit dan menembus level Rp 15.180. Level itu terus bertahan selama beberapa hari.

Penguatan dolar AS pun semakin menjadi-jadi. Pada 11 Oktober 2018 dolar AS menembus level Rp 15.235 yang merupakan level tertinggi.

Dolar AS mulai menjinak sejak kemarin yang menurun ke level Rp 15.128. Hari ini pelemahan dolar AS berlanjut dan meninggalkan level Rp 15.000

Hide Ads