"Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Andi Amran Sulaiman mengembangkan pertanian modern untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani," demikian tegas Ketut dalam keterangannya, Senin (5/11/2018).
Ketut menjelaskan, untuk mendukung program ini, Kementan sejak tahun 2015 telah memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan) dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2016 dan 2017, jumlah bantuan tersebut terus dilakukan masing-masing sebanyak 110.487 unit dan 326.266 unit. Pada tahun ini (2018) pemerintah juga tetap memberikan bantuan alsintan, dan juga begitu juga tahun depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengunaan alsintan juga mampu meningkatkan produktivitas lahan melalui pengurangan kehilangan hasil. Adanya penghematan biaya produksi dan perbaikan produktivitas ini menyebabkan pendapatan keluarga petani meningkat secara tajam.
"Misalnya, penggunaan traktor roda-2 dan roda-4, mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang per hektar dan biaya pengolahan lahan turun sekitar 28%," beber Ketut.
Selain itu, Ketut menyebutkan penggunaan rice transplanter pun mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang per hektar menjadi 7 orang per hektar sehingga dapat menurunkan biaya tanam hingga 35%, serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/hektar.
Kemudian penggunaan Combined harvester juga mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/hektar menjadi 7,5 orang/hektar dan menekan biaya panen hingga 30%, menekan kehilangan hasil dari 10,2% menjadi 2%, serta menghemat waktu panen menjadi 4 sampai 6 jam/hektar.
"Dari sisi ekonomi, mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80 persen, dari Rp 10,2 juta per hektar per musim menjadi Rp 18,6 juta per hektar per musim," sebut dia.
Lebih lanjut Ketut menegaskan selain menambah manfaat ekonomi, pengembangan pertanian modern juga mendorong generasi muda dan keluarga petani tertarik dan merasa bangga serta mulia menjadi seorang petani.
Hal ini, menurutnya, karena mampu mengubah pandangan masyarakat bahwa menjadi petani itu tidak lagi merupakan keluarga yang miskin, bekerja penuh lumpur dan terpaan sinar matahari serta lebih banyak mengandalkan kerja otot sehingga sangat meletihkan.
"Petani modern adalah petani yang profesional, yang menggunakan alsintan dan inovasi teknologi pertanian terkini secara massif, tidak lagi mengandalkan otot dan meletihkan," terangnya.
Karena itu, petani modern tentu pendapatan yang diperolehnya tidak kalah menarik dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor non pertanian. Tidak lagi banyak bersentuhan langsung dengan lumpur dan terpaan sinar matahari.
"Pada kondisi seperti ini, tanpa perlu dipaksa, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi," pungkas Ketut. (ega/hns)