"Pemerintah mampu melakukan pengurangan impor jagung sejak 2016. Jika pada tahun 2015 total impor jagung 3,5 juta ton, selanjutnya tahun 2016 menurun menjadi 1,3 juta ton dan tahun 2017 ditekan lagi menjadi nol impor jagung pakan ternak," kata Amran di Jakarta, Selasa (7/11/2018).
Amran mencatat, secara kumulatif impor jagung pakan ternak yang disetop dari 2016 hingga 2018 mencapai 9,2 juta ton. Rinciannya, pada 2016 tidak impor 2,2 juta ton, 2017 tidak impor 3,5 juta ton dan 2018 tidak impor 3,5 juta ton. Bahkan tahun 2018 telah dilakukan ekspor 372 ribu ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus minta (impor) 50.000 ton adalah peternak kecil mandiri, ribut kan, dipolitisasi, aku mengatakan suruh impor. Kalau impor 50.000 ton nggak ada artinya. Indonesia sudah ekspor 380 ribu ton dan menyetop impor 3,6 juta tetapi baru mau impor 50.000," katanya.
Amran juga mengatakan, sejak tahun 2016-2018 sebagian pabrik pakan melakukan upaya-upaya rasionalisasi agar pakan bisa murah dengan mencampurkan gandum sebagai substitusi sebagian jagung.
Kemudian, tambah Amran, tingginya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah membuat para pabrik pakan melakukan rasionalisasi dengan menggantikan sebagian komponen bahan pakan semula dari gandum impor menjadi dari jagung lokal.
Dampak pengalihan gandum ke jagung oleh pabrik pakan besar mengakibatkan jagung yang biasa diserap peternak kecil mandiri menjadi terserap oleh pabrik pakan besar. Akibatnya pasokan jagung pakan ternak yang tersedia diserap seluruhnya oleh pabrik pakan besar. Maka itu, pemerintah akhirnya memutuskan impor jagung 50 ribu ton.