Kepala Grup Hubungan Internasional BI Wahyu Pratomo menjelaskan misalnya kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) telah memicu bank sentral di negara lain ikut menaikkan suku bunganya sebagai bentuk respon dalam memberikan daya tarik di pasar keuangan.
Menurut dia, jika bank sentral di negara lain tidak merespon kenaikan suku bunga The Fed, maka akan menimbulkan tekanan pasar keuangan di negara tersebut. Hal ini sejalan dengan imbal hasil di negeri Paman Sam tersebut lebih menarik dibanding dengan imbal hasil di negara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan BI sebagai salah satu bank sentral yang menerapkan tren itu. Di mana sejak Mei 2018 hingga bulan September 2018, BI telah menaikkan suku bunganya sebanyak 150 bps menjadi 5,75%, sebagai langkah menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat memperkuat ketahanan eksternal RI.
Tidak hanya negara berkembang seperti Indonesia saja yang akan menaikkan suku bunga acuannya, negara maju lainnya juga akan ikut menaikkan suku bunganya, seperti Kanada dan Swedia yang diprediksi akan melakukannya pada akhir tahun 2018.
Di sisi lain, pemicu terjadinya tendency monetary policy war antar Bank Sentral di dunia ini yakni adanya ketidakpastian global yang begitu tinggi. Pada umumnya, investor akan mencari safe haven currency atau mata uang yang aman ketika ketidakpastian di pasar uang meningkat.
Sekedar informasi uang dolar AS merupakan mata uang yang paling aman karena mata uang Negeri Paman Sam tersebut merupakan reserve currency di dunia. Di mana, sekitar 60% cadangan devisa negara-negara di dunia disimpan dalam bentuk dolar AS. (kil/zlf)