Jakarta -
China sekarang tengah melangsungkan perang dagang dengan Amerika Serikat. Hal itu cukup mempengaruhi ekonomi dunia juga China sendiri.
Tapi tunggu dulu. Tak banyak yang tahu, selain perang dagang, China juga punya segudang masalah yang tak kalah serius, yang juga bisa memperburuk persoalan ekonomi negeri Tirai Bambu.
Ekonomi China tumbuh lambat sejak krisis finansial. Hal itu terbebani persoalan utang, masalah bubble perumahan dan juga pelemahan mata uang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif baru US$ 200 miliar untuk barang-barang China, ekspor mereka tetap tumbuh 16% di Oktober kemarin. Tapi, hal itu bisa berubah bila tarif naik 25% dari 10% pada akhir 2018 ini, seperti ancaman AS. Itu bisa menambah daftar persoalan China.
Nah, apa saja persoalan-persoalan yang dihadapi oleh China selain perang dagang? Berikut daftarnya seperti dikutip dari CNN Businesss, Senin (12/11/2018).
Klik selanjutnya
Ekonomi China bisa bertahan dan naik setelah krisis finansial global. Hal itu berkat utang.
"Pertumbuhan China sangat intensif dalam hal utang," ujar Gerard Burg, Ekonom Senior dari Bank Nasional Australia. Total utang dalam sistem ekonomi China sekarang beberapa kali lipat lebih besar dibanding ukuran ekonominya.
Ke mana larinya uang-uang tersebut? China menggunakannya untuk pembangunan infrastruktur yang masif seperti jembatan dan jalan. Tapi akhirnya itu tidak berpengaruh signifikan terhadap ekonomi.
Akhir tahun lalu, China meningkatkan upaya untuk mengendalikan tingginya tingkat utang, yang merupakan salah satu alasan utama ekonomi sekarang kehilangan momentum.
Pemerintah juga tengah mencoba menahan tekanan mata uang mereka, yang sudah anjlok lebih dari 9% terhadap dolar sejak Januari tahun ini.
Ini telah terluka oleh kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi China dan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS yang telah mendorong greenback.
Lemahnya yuan telah meningkatkan ekspor produk industri China, yang membuat produk mereka lebih murah di pasar global. Tapi, anjloknya yuan ini yang menyebabkan 'kesakitan' di masa lampau.
Di tengah penurunan tajam yang terjadi di 2015-2016, banyak dana asing keluar dari China karena investor khawatir bahwa yuan akan terus turun. Krisis memaksa China untuk mengeluarkan ratusan miliar dolar untuk menopang mata uangnya.
Ancaman lain untuk ekonomi China adalah pasar properti yang 'overheat'. Harga bisa sampai dua kali lipat pada 10 tahun terakhir, menurut laporan dari riset Gavekkal. Itu dipicu oleh suku bunga rendah dan kekurangan perumahan di kota-kota besar.
"Tapi pasar real estate sekarang kelihatannya menunjukkan keretakan," tutur Aidan Yao, ekonom senior di AXA Investment Managers. Dia menunjukkan beberapa kasus pengembang yang membanting harganya karena lemahnya permintaan.
"Ini hanya masalah waktu saja sebelum pasar tenang kembali," tambahnya.
Industri properti dan perumahan ini jadi salah satu titik cerah bagi ekonomi China. Tapi kebalikannya bisa jadi beban bila anjlok, kata analis di firma riset Fitch Solutions.
Pejabat China mengambil langkah memangkas pajak, belanja infrastruktur dan pelonggaran kebijakan moneter dalam rangka mengembalikan pertumbuhan. Tapi sejumlah ahli berpikir ini adalah resep yang salah untuk ekonomi China.
"Masalah China ini kronis, bukan akut," kata Derek Scissores, Pengamat soal China di American Enterprise Institute, lembaga think-tank di Washington.
Dari sudut pandangnya, masalah utama seperti pertumbuhan populasi usia tua di China dan lingkungan bisnis yang tidak kompetitif seringkali diabaikan
Pemerintah China dalam 10 tahun terakhir hanya mengeluarkan kebijakan satu anak dan mencoba meningkatkan kompetisi dengan rencana untuk memberikan akses yang luas untuk perusahaan asing di sektor perbankan dan otomotif.
Tapi, langkah tersebut dinilai terlalu lambat atau belum bergerak terlalu jauh. Itu juga meningkatkan kekhawatiran soal masa depan ekonomi China.
Halaman Selanjutnya
Halaman