Jelang 2019, Tiga Jurus Baru Dirilis Agar Ekonomi RI Tak Keok

Jelang 2019, Tiga Jurus Baru Dirilis Agar Ekonomi RI Tak Keok

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 17 Nov 2018 08:31 WIB
Jelang 2019, Tiga Jurus Baru Dirilis Agar Ekonomi RI Tak Keok
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi 16 yang sudah diperbarui isinya. Berisikan tentang relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional.

Peluncuran tersebut diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, serta Perwakilan OJK Nurhaida di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Pembaruan kebijakan itu mencakup perluasan insentif pajak penghasilan (PPh) badan usaha (tax holiday) untuk mendorong investasi industri perintis maupun hilir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian relaksasi daftar negatif investasi (DNI), dan insentif untuk devisa hasil ekspor (DHE). Menanggapi kebijakan tersebut pengusaha memastikan sejalan dengan pemerintah untuk terus menarik minat investor.

Informasi selengkapnya dirangkum detikFinance berikut ini:
Paket Kebijakan Ekonomi jilid 16 sebenarnya sudah diluncurkan pemerintah di 2017. Kali ini pemerintah memperbarui isi paket kebijakan tersebut.

"Kita menjelaskan, mengumumkan paket deregulasi, nomornya 16. tentu anda akan tanya kayaknya udah 16 ya, sebenarnya ada dua yang tak pernah kita sebut paket. Pertama waktu relaksasi cross border perdagangan, kemudian OSS, kita tak sebut paket karena dia lebih banyak merupakan operasional pelaksanaan," kata Darmin.

Paket kebijakan ini diharapkan mampu memberi confidence (keyakinan) pada pemilik dana atau investor sehingga mereka mau memasukkan modalnya di Indonesia.

"Untuk itu lah pemerintah hari ini bersama-sama dengan BI dan OJK itu akan terbitkan paket kebijakan 16," terangnya.

Ada tiga kebijakan yang diperbarui dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 yang diluncurkan, Jumat (16/11/2018) di Istana Negara, Jakarta. Pertama, pemerintah memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kedua, pemerintah kembali merelaksasi DNI sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan. Kebijakan ini membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi untuk masuk ke seluruh bidang usaha.

Sedangkan bidang usaha yang selama ini sudah dibuka bagi Penanaman Modal Asing (PMA) namun masih sepi peminat, pemerintah memberikan kesempatan PMA untuk memiliki porsi saham yang lebih besar.

Ketiga, pemerintah memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. Pengendalian berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan). Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final Pajak Penghasilan atas deposito.

Kewajiban untuk memasukkan DHE ini tidak menghalangi keperluan perusahaan yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban valasnya.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan paket kebijakan ini perlu diperbaharui dalam rangka menghadapi tantangan global, di mana perekonomian global saat ini sedang mengalami ketidakpastian dan tekanan.

"Oleh karena itu, apa yang mau kita umumkan ini sebenarnya sifatnya secara lebih formal untuk lebih pada tujuan jangka menengah panjang, tapi ada di dalamnya unsur jangka pendek tadi, untuk perkuat confidence pemilik dana, supaya capital inflow masuk," kata Darmin di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Masuknya aliran modal asing ini diperlukan Indonesia untuk bisa keluar dari masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Pasalnya, kata Darmin transaksi berjalan ini bisa diatasi dengan mengoptimalkan kinerja transaksi modal dan transaksi finansial, di mana itu sangat tergantung pada masuknya aliran modal dari luar ke Indonesia.

"Kalau baik transaksi modal dan transaksi finansial akan menutup defisit transaksi berjalan," jelasnya.

Oleh karena itu, paket kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan confidence atau keyakinan investor maupun pemilik modal untuk memasukkan dananya di Indonesia.

"Kita nggak bisa hanya berupaya menjawab transaksi berjalan saja. Itu penting tapi tidak cukup. Kita harus merumuskan kebijakan juga untuk memberi confidence pada pemilik dana sehingga mereka masuk," tambahnya.

Pemerintah memutuskan memperbarui Paket Kebijakan Ekonomi ke-16. Dalam kebijakan itu, ada 54 bidang usaha yang boleh 100% menggunakan penanaman modal asing alias dibebaskan dari daftar negatif investasi (DNI).

"Tahun ini DNI pada 2018 ada 54 (yang dikeluarkan dari list negatif investasi)" kata Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Secara total, dengan penambahan tersebut, saat ini sudah ada 95 bidang usaha yang boleh ditanamkan 100% penanaman modal asing.

Dia mengatakan, dengan semakin banyak bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI bisa meningkatkan investasi di dalam negeri.

"Sebenarnya kebijakan DNI itu sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan investasi. Kalau ingin tingkatkan investasi mestinya yang dibatasi jumlahnya berkurang, negatif listnyaitu berkurang supaya ada perluasan," tambahnya.

Pemerintah memberi insentif bagi badan usaha yang membawa devisa hasil ekspor kembali ke dalam negeri, atau masuk ke sistem keuangan Indonesia (SKI). Hal itu ditegaskan dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 yang diperbarui.

Di samping itu, ada sanksi buat badan usaha yang tidak membawa devisanya ke dalam negeri, khususnya badan usaha yang ekspor sumber daya alam, meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif, pertama adalah tidak bisa melakukan ekspor, kedua adalah denda, dan ketiga adalah pencabutan izin usaha.

"Kalau dilanggar ada 3 hal sanksi apabila tidak masuk SKI. Bisa kena saksi administratif tidak bisa ekspor, diberi denda, ketiga pencabutan izin usaha," kata Staf Ahli Kemenko Perekonomian Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik Elen Setiadi dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Sanksi sanksi ini diberlakukan sesuai peraturan yang ada. Misalnya, menggunakan devisa tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Namun dia belum bisa menjelaskan secara lebih rinci bagaimana mekanismenya. Itu akan diatur oleh Kementerian Keuangan.

Berkaitan dengan itu, seluruh penggunaan devisa harus ada bukti pendukungnya, misalnya untuk membayar utang luar negeri, keperluan impor bahan baku, dan lain sebagainya.

"Setiap penggunaannya harus ada bukti pendukungnya. Bentuknya apa, akan diatur BI. Tidak bisa semena mena digunakan untuk ini, tapi tak ada dokumen pendukung," ujarnya.

Namun dia menjamin, hal tersebut tidak lantas membuat hak badan usaha diabaikan. Mereka hanya diwajibkan membawa devisanya ke SKI baik dalam bentuk dolar maupun rupiah.

Hide Ads