Selain dari penelitian varietas benih yang disebut Inbrida Padi Rawa (Inpara), BBPadi pun meneliti bagaimana agar benih tersebut bisa ditanam di sawah rawa. Caranya ialah dengan menggunakan teknologi bernama Rawa Pasang Surut Intensif Super dan Aktual atau Raisa.
"Sebenarnya teknologi ini baru akan kita launching di 2019, tapi kita sudah coba karena kita butuh verifikasi dan sebagainya, hasilnya cukup bagus," ujar Ketua Kelompok Peneliti Agronomi BBPadi Nurwulan Agustiani, di Subang, Jawa Barat, Sabtu (8/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut dijelaskan Wulan, teknologi Raisa mendorong agar petani rawa dapat memperbaiki cara tanam yang semula dihambur menjadi legowo 2:1. Para petani tersebut biasanya menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung) yang dihamburkan langsung ke lahan sawah.
Dengan sistem hambur, kebutuhan benih padi petani lahan rawa menjadi lebih boros 2 sampai 3 kali lipat. Dalam sekali tanam mereka membutuhkan 50 hingga 70 kilogram benih. Sementara petani sawah irigasi hanya memerlukan sekitar 25 kilogram benih.
"Salah satu yang kita coba perkenalan dalam teknologi Raisa adalah perbaikan cara tanam. Kita di-support BBPadi dengan BPTP Sumtera Selatan untuk mengedukasi memperbaiki cara tanam dengan mesin. Jadi sebetulnya dia attachment dari traktor namanya amator dan kita perbaiki cara tanamnya menjadi legowo 2:1," kata Wulan.
Menurut Wulan cara tanam legowo ini dapat memberikan produktivitas padi lebih optimal dibandingkan dengan cara hambur.
"Legowo 2:1 ini menurut penelitian kami dibandingkan dengan cara tanam hambur atau lain yang lebih rapat dia lebih bagus atau lebih optimal, jadi itulah yang direkomendasikan di rawa," pungkasnya.
Sistem legowo adalah cara menanam padi yang beberapa barisannya diselingi satu barisan kosong. Kemudian brisan paling pinggir ditanam benih dua kali lebih banyak dibandingkan barisan tengah. (prf/hns)