Tak Ada Lagi Tempat untuk Kapal Eks Asing Beroperasi di Laut RI

Tak Ada Lagi Tempat untuk Kapal Eks Asing Beroperasi di Laut RI

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 15 Des 2018 12:20 WIB
Foto: Lilly Aprilya Pregiwati/Humas KKP.
Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberlakukan larangan pengoperasian kapal ex-asing dan penggunaan modal asing di bidang penangkapan ikan.

Hal itu dilakukan sudah tidak berlakunya peraturan moratorium (penghentian sementara) isin kapal ex-asing dengan ukuran di atas 30 GT.

"Saat ini tidak ada lagi kebijakan moratorium kapal eks-asing," Kata Susi dalam keterangan resminya yang diterima detikFinance, Jakarta, Sabtu (15/12/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan itu tertuang dalam Permen KP No 10/Permen-KP/2015 tentang Perubahan Atas Permen KP No 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.

Awalnya, moratorium izin kapal eks-asing berlaku mulai 3 November 2014 hingga 30 April 2015. Dalam perjalannya, Susi pun memperpanjang kembali selama enam bulan sampai 31 Oktober 2015. Dengan begitu, maka aturan moratorium izin kapal eks-asing sudah lama tidak berlaku.

"Yang berlaku saat ini adalah pelarangan pengoperasian kapal ex-asing yang mendukung larangan penggunaan modal asing sepenuhnya di bidang penangkapan ikan," tegas dia.



Diberlakukannya aturan itu juga karena kapal-kapal perikanan dengan kemampuan eksploitasi yang besar, melampaui daya dukung sumber daya ikan itu mengancam visi pemerintah untuk mewujudkan sustainable fisheries.

Pemerintah menemukan fakta bahwa keberadaan modal asing pada perusahaan perikanan menyebabkan kendali perusahaan dan termasuk kapal-kapal yang dioperasikan terdapat pada badan hukum/orang asing di luar negeri (person in control) dan bukan perusahaan perikanan di Indonesia. Kondisi ini merupakan bentuk nyata dari ketiadaan genuine link antara kapal perikanan ex-asing dengan negara Indonesia.

Padahal, genuine link merupakan kewajiban yang diatur dalam Pasal 91 ayat 1 United Nation Convention on the Law of The Sea (UNCLOS).

Penggunaan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan asing pada kapal-kapal ex-asing dilarang oleh Undang-Undang Perikanan. Penggunaan ABK Indonesia bagi perusahaan pemodal asing tidak akan menguntungkan mereka karena ada kekhawatiran bahwa ABK berkewarganegaraan Indonesia melaporkan berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan kepada aparat penegak hukum (whistleblower).

Selain itu, mempekerjakan ABK Indonesia beresiko tinggi karena sewaktu-waktu ABK Indonesia dapat kembali ke kampung asal mereka. Lagi pula, diperbolehkannya transshipment pada saat itu juga memperburuk pelanggaran-pelanggaran yang terjadi karena tidak hanya pemindahan ikan tanpa pencatatan untuk ekspor yang terjadi (unreported fishing), tetapi juga perpindahan manusia dan benda-benda serta fauna yang dilindungi yang terjadi di tengah laut.

(hek/eds)

Hide Ads