Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Riswinandi mengungkapkan OJK sebagai regulator sebenarnya membutuhkan data informasi korban sebagai bahan evaluasi pengawasan.
"Kan kami sudah minta identitas ke mereka, kami serius tapi belum bisa disampaikan oleh mereka. Prinsipnya OJK akan membantu kalau ada pelanggaran tentu akan kami tindak," kata Riswinandi dalam jumpa pers tutup tahun di Gedung BI, Rabu (19/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, untuk menghindari risiko fintech ilegal ini masyarakat harus lebih teliti dalam memilih fintech. Misalnya memeriksa status izin di website OJK.
Selama ini menurut Riswinandi banyak masyarakat yang tergiur kemudahan mendapatkan kredit namun tak memperhatikan risiko. "Seharusnya kedua belah pihak juga paham, peminjam harus mengerti dan mampu mengukur kemampuan membayar dan pemberi pinjaman juga harus ketat menyalurkan kreditnya," imbuh dia.
Riswinandi mengatakan OJK akan terus berkoordinasi dengan asosiasi fintech untuk menjalankan aturan main perusahaan agar sesuai dengan aturan OJK.
Menurut dia, dalam aturan OJK setiap fintech yang terdaftar harus menjadi anggota asosiasi agar pengawasan bisa dilakukan dengan mudah.
Sebelumnya Narahubung LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait menjelaskan tak ada titik terang dari pertemuan tersebut. Dia menyebut, OJK seakan menyatakan bahwa korban memiliki upaya tidak bertanggungjawab melunasi pinjaman yang ia miliki.
Menurut di OJK menegaskan tidak ada pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami jika korban tidak wanprestasi dalam memenuhi tanggung jawab untuk melunasi utang.
Dia menyebut 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami korban pantas karena korban wanprestasi dalam memenuhi perjanjian utang. "Bukannya menjadi mediator dalam permasalahan, OJK justru bersikap layaknya perwakilan penyelenggara aplikasi pinjaman online," kata Jeanny. (kil/dna)