Pemerintah sendiri telah menerapkan biodiesel 20% atau B20 untuk menekan impor tersebut. Lalu, apakah B20 kurang efektif menekan lajunya?
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menerangkan, program B20 salah satunya memang untuk menekan impor. Namun, dia mengaku belum mendapat data terkait dampak penerapan B20.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, dia mengatakan, jika tanpa B20 maka neraca perdagangan bisa tambah buruk.
"Bayangkannya gini kalau nggak ada B20 tambah nggak ada harapan," tambahnya.
Lebih lanjut, Rida mengaku penerapan B20 sendiri memang belum optimal. Masalah penyaluran B20 ialah di rantai pasok.
"Ini udah jalan kok, cuma tekanan neraca perdagangan secara keseluruhan aja. Nyatanya ini jalan, meskipun kita akui belum optimum karena beberapa penyebab. Kan ada masih ada beberapa titik belum bisa lancar, artinya serapan FAME terganggu gitu aja," terangnya.
Sebagai informasi, neraca dagang secara kumulatif Januari-November defisit US$ 7,52 miliar. Secara kumulatif, defisit disebabkan oleh impor migas.
"Defisit terjadi karena migas,"kata Kepala BPS Suhariyanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).
Untuk November 2018, nilai impor migas tercatat US$ 1,37 miliar. Nilai ini turun 10,75% dibanding bulan sebelumnya.
Baca juga: Darmin Tantang PLN Pakai Biodiesel 100% |