Inalum diberikan mandat meningkatkan kepemilikan Indonesia di PTFI dari 9,32% menjadi 51%. Hal itu membuat Inalum sebagai perusahaan yang memiliki bisnis tambang aluminium, juga didaulat menjadi pengonsolidasi kinerja dari seluruh perusahaan tambang negara.
"Mengontrol konsesi mineral dalam negeri adalah tahap awal agar Inalum menguasai pasar global, termasuk mengambil alih beberapa konsesi tambang strategis," ungkap Pengamat Tambang Ferdi Hasiman, dalam keterangan tertulis, Kamis (20/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lika-liku RI Kuasai Saham Freeport 51% |
Sementara itu, EBITDA pada 2018 ini mencapai Rp 9,04 triliun, sekitar 51% dari target proforma. EBITDA margin holding tambang pun meningkat ke level 30,4% dari posisi akhir 2017 sebesar 26,6%.
Inalum secara konsolidasi juga menjadi BUMN dengan ekspor terbesar tahun ini, yang diperkirakan mencapai US$ 2,52 miliar atau setara Rp 37,25 triliun. Angka itu naik drastis jika dibandingkan dengan total ekspor di 2017 sebesar US$ 1,89 miliar.
Baru-baru ini juga, Inalum bekerja sama dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat MIT Energy Initiatives sebagai landasan mendirikan pusat riset dan inovasi industri pertambangan untuk membantu Indonesia mengembangkan mobil listrik dan sumber energi yang murah dan ramah lingkungan.
Prospek Inalum sebagai holding tambang juga semakin moncer karena setiap anak usaha memiliki rencana ekspansi termasuk hilirisasi. Bukan hanya menjual hasil bumi, tetapi juga mengolah komoditas hasil tambang sehingga memiliki nilai tambah.
Seluruh pencapaian Inalum sejalan dengan ketiga mandat yang telah dipercayakan oleh pemerintah yaitu menguasai cadangan strategis pertambangan nasional, meningkatkan nilai tambah industri pertambangan melalui hilirisasi, dan menjadi perusahaan kelas dunia.
Baca juga: Besok Saham Freeport Dibayar Lunas? |