. Dengan pembelian tersebut, kepemilikan Indonesia atas PTFI menjadi 51% dari sebelumnya 9%.
Proses panjang dan rumit mesti dilewati Inalum hingga akhirnya menguasai saham tersebut. Dari negosiasi, mencari pendanaan, hingga pembayaran.
Direktur Keuangan Inalum, Orias Petrus Moedak, menyatakan Inalum mengakuisisi saham PTFI 'bermodal dengkul'. Hal itu disampaikan Orias dalam wawancara khusus dengan detikFinance pekan ini.
Apa maksud istilah 'modal dengkul' itu? Simak penjelasan lengkapnya di sini:
Akuisisi saham PTFI oleh Inalum bukan perkara mudah dan cenderung rumit. Direktur Keuangan PT Inalum, Orias Petrus Moedak menerangkan transaksi ini rumit karena operasi PTFI di Indonesia berdasarkan kontrak karya (KK) yang mengatur hubungan antara pemerintah dan perusahaan. Sehingga, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah langsung berdampak ke PTFI.
"Kalau sebelumnya pemerintah dengan dia, mitra dengan Freeport apapun yang dilakukan pemerintah yang berdampak negatif terhadap kerja sama ini akan diprotes. Karena kita kan mitra. Tapi kalau sekarang pemerintah di atas, dia mitranya dengan BUMN," kata dia kepada detikFinance di kantor Inalum, Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Selain itu struktur perusahaan PTFI pun cenderung rumit lantaran Rio Tinto menjadi bagian PTFI bukan sebagai pemegang saham namun memiliki hak partisipasi (participating interest).
"Jadi kita mengurai yang kusut di masa lalu, diurai menjadi sederhana. Yang lalu Kontrak Karya kita bermitra, dia juga dibolehkan punya Rio Tinto dan sebagainya. Yang rumit itu sebenarnya struktur yang lalu rumit. Sekarang jadi sederhana, dia kerja sama sama kita, Rio Tinto nggak ada," jelasnya.
Bagi Inalum, kesulitan yang dalam pembelian saham PTFI ialah menentukan valuasi saham. Sebab, Inalum melakukan negosiasi panjang dengan Freeport McMoRan.
"Kalau ditanya sisi Inalum, Inalum kesulitannya ya valuasi aja, dia jual dia mau setinggi-tingginya. Kita mau ya semurah mungkin. Dan ketemu kita titiknya, waktu ketemu, bagi Inalum selesai," ujarnya.
"Yang lain porsi dia dengan pemerintah, karena sebelumnya mitranya. Ada juga Rio Tinto di dalamya mengurai itu. Strukturnya sederhana kita beli Freeport, Freeport beli Rio Tinto," terang pria yang kini juga menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PTFI.
Direktur Keuangan PT Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan, melalui penerbitan obligasi itu, Inalum bisa mengakuisisi saham PTFI tanpa jaminan alias 'modal dengkul'. Inalum menerbitkan surat utang dengan empat tenor yakni US$ 1 miliar tenor hingga 2021, US$ 1,25 miliar tenor hingga 2023, US$ 1 miliar dengan tenor hingga 2028, dan US$ 750 juta dengan tenor hingga 2048. Rata-rata kupon obligasi ini sebesar 5,9991%.
"Saya rasa Freeport pun nggak percaya bahwa kita bakal dapat pendanaannya. Sekarang seluruh dunia percaya kita, terus kenapa orang kita nggak percaya. Dan jangan takut bahwa ini nggak bisa bayar. Lho yang nggak bisa bayar siapa. Seluruh dunia percaya kita bisa bayar, kenapa kita minder," ujar Orias kepada detikFinance di kantor Inalum, Jakarta, Kamis (27/12/2018)..
"Bunganya rendah, di bawah 6% dan ini akuisisi modal dengkul. Harusnya you bayar 14-16%. Kenapa bonds? Karena you nggak perlu bayar principal nanti bayar principal-nya, you bayar principal nanti tiga tahun lagi. Kita ada 3-5-10-30 (tahun) kita dalam tiga tahun kita bayar US$ 1 miliar," terangnya.
Dia menambahkan, tidak ada jaminan dalam penerbitan obligasi. Dia hanya bilang, investor menerima karena negara pemegang saham mayoritas Inalum.
"Jadi tidak ada jaminan, clean. Satu syarat yang kita berikan yang kita berikan kepada bonds holder, negara menjadi pemegang saham mayoritas di Inalum, minimal 75%," tutupnya.
Direktur Keuangan PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak mengatakan, dividen dari PT Freeport Indonesia bisa digunakan untuk membayar utang tersebut. Dia menjelaskan, saat kepemilikan saham Inalum atas PTFI 9% saja bisa mendapatkan dividen sekitar US$ 180 juta. Artinya, sekitar 9% laba dari perusahaan diberikan ke Inalum.
Dia bilang, dengan begitu keuntungan PTFI secara keseluruhan sekitar US$ 2 miliar per tahun.
"Begini, tahun ini misal you dapat US$ 180 juta dengan dividen untuk persentase untuk 9,36%. Dia dapat berapa 10 kalinya karena punya 91%. US$ 180 juta udah senang, dia dapat berapa coba itung US$ 1,8 miliar. Nanti kalau dapat dividen setengah-setengah kita sedikit lebih gede," jelasnya.
Dia melanjutkan, dengan hitungan kasar saat kepemilikan 51% maka yang diterima sekitar US$ 1 miliar per tahun. Dengan laba yang besar, dia yakin Inalum bisa menutup surat utang yang telah diterbitkan.
"Kalau US$ 2 miliar labanya, saya dapat US$ 1 miliar, dia (Freeport McMoRan) dapat US$ 1 miliar. Kalau dapat US$ 1 miliar setiap tahun selama 20 tahun you mau nggak bayar US$ 4 miliar, mau dong," ujarnya.