Realisasi penerimaan negara tahun 2018 berhasil tembus 102,5% atau setara Rp 1.942,3 triliun dari target Rp 1.894,7 triliun. Namun, hal itu karena fenomena naiknya harga minyak dunia, bukan faktor kunci kinerja pemerintah yang berasal dari pajak.
"Jadi, tercapainya target 100% penerimaan negara dan berkurangnya defisit ternyata bukan berasal dari perbaikan kinerja. Indikator kunci (key indicator) dari kinerja Menteri Keuangan sebenarnya adalah rasio penerimaan pajak," kata analys ekonom Gede Sandra dalam keterangannya seperti dikutip, Jakarta, Kamis (3/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, dengan penerimaan pajak tahun 2018 hanya sebesar Rp 1.315,9 triliun, maka rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio definisi sempit versi pemerintahan saat ini adalah sebesar 9,2%.
Menurut Gede, berdasarkan data Bank Dunia bahwa besaran tax ratio tahun 2018 sebesar 9,2% ini bukan saja yang terburuk selama 4 tahun Pemerintahan Jokowi, melainkan juga yang terendah dalam 45 tahun terakhir perjalanan sejarah Indonesia.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa keberhasilan pemerintah dalam mengamankan penerimaan negara tahun 2018 adalah prestasi yang semu bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Bila terjadi peningkatan rasio penerimaan pajak, maka kita angkat topi karena itu adalah prestasi yang riil. Sayang, ternyata fakta berkata lain," ujar dia.