Dalam surat yang dikirimkan CERI ke KLHK disebutkan Freeport diduga mencemari sungai Aghawagon dengan limbah hasil pertambangan atau tailing seluas 230 kilometer (km) persegi.
Inspektur Jenderal KLHK, Ilyas Asaad menjelaskan pemerintah saat ini sudah mengeluarkan izin terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dalam pengoperasian tambang Freeport sejak 1997.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut dalam Amdal tersebut dijelaskan pengelolaan tailing dipastikan juga membangun tempat penimbunan yang disebut modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) seluas 230 km.
"Ini untuk menghindari melubernya tailing. Maka di sisi timur dibangun tanggul sepanjang 54 kilometer dan barat 52 kilometer dengan jarak antara 4 sampai 7 km. Dengan demikian, maka ModADA telah diperhitungkan dalam Amdal atau izin lingkungan," kata Ilyas dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Baca juga: Izin Ekspor Freeport Habis Februari 2019 |
Kemudian untuk penggunaan sungai, Freeport juga sudah mengantongi izin dari pemerintah daerah. Izin tersebut di antaranya, surat keputusan Gubernur Nomor 540/2102/set tentang Izin Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, Sungai Ajkwa dan Sungai Minajerwi untuk Penyaluran Limbah Pertambangan, serta Surat Keputusan Bupati Mimika Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penetapan Peruntukan dan Pemanfaatan Sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa di Kabupaten Mimika.
"Dengan demikian penggunaan sungai serta area seluas 230 kilometer persegi telah diperhitungkan sejak awal sebagai tempat penampungan tailing," imbuh dia.
Sekadar informasi, sebelumnya CERI menuding tailing yang berjumlah 230 juta metric ton per hari menimbulkan perubahan ekosistem di sungai, hutan, estuaria dan sudah sampai kawasan laut. Melalui perhitungan yang dilakukan oleh IPB dan LAPAN, jasa ekosistem yang dikorbankan adalah US$ 13,5 juta atau setara dengan Rp 185 triliun. (kil/ara)