Setahun Beroperasi, Kereta Bandara Soetta Masih Sepi

Setahun Beroperasi, Kereta Bandara Soetta Masih Sepi

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 10 Jan 2019 09:44 WIB
Setahun Beroperasi, Kereta Bandara Soetta Masih Sepi
Jakarta - Pada 2 Januari 2019 kemarin, Kereta Bandara Soetta telah resmi beroperasi selama 1 tahun. Banyak yang menilai kereta yang dioperasikan oleh PT Railink itu belum optimal.

Institut Studi Transportasi pun melakukan kajian tentang review beroperasinya KA Bandara. Hingga November 2018 tingkat keterisian atau okupansi KA Bandara hanya 26%.

Banyak faktor yang menjadi keluhan masyarakat sebagai pengguna. Salah satunya harga tiket yang terlalu mahal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun pihak PT Railink menegaskan bahwa tarif itu ditentukan dengan hitung-hitungan bisnis dan tak bisa diturunkan lagi. Kecuali pemerintah mau memberikan subsidi.
Institut Studi Transportasi hari inu menggelar diskusi publik untuk meninjau kembali KA Bandara. Ternyata hasil kajian terungkap bahwa KA Bandara masih sangat kurang diminati oleh masyarakat

"Ternyata KA Bandara ini jauh sekali dari harapan kami. Dari studi kami ternyata load factor atau okupansi KA Bandara hanya 26% dari ketersediaan ideal harusnya 60%," kata Peneliti Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Rabu (9/1/2018).

Institut Studi Transportasi mencatat saat ini terdapat slot 70 perjalanan KA dari 82 slot yang tersedia. Apabila 1 rangkaian KA Bandara SF6 berkapasitas 272 orang. Jika dihitung maka total per hari mampu mengangkut 19.040 penumpang dari Bekasi-Jakarta-Bandara Soetta PP.

Namun hingga November 2018 PT Railink mencatat okupansinya pada hari biasa sekitar 2.700-3.000 penumpang, hari Jumat 4.700-5.000 penumpang dan akhir pekan sekitar 2.000-2.500 penumpang.

Jika diambil angka terbanyak di 5.000 orang, okupansinya hanya sebesar 26%. Okupansi itu masih jauh dari harapan.

Padahal qsetiap hari pergerakan penumpang di Bandara Soetta mencapai 150.000 orabg di hari kerja. Sementara di akhir pekan dan hari libur bisa mencapai 200.000 orang.

Banyak hal yang menjadi alasan mengapa masyarakat Jakarta dan sekitarnya belum mau menjadikan KA Bandara sebagai moda utama menunhu Bandara Soetta. Salah satunya terkait tarif tiket yang sangat mahal.

"Jujur salah satu yang menjadi keluhan saya adalah tarifnya yang menbuat tidak nyaman dompet. Kalau bisa diturunkan," kata salah satu pengguna KA Bandara David dalam acara Diskusi Publik Review 1 Tahun KA Bandara di Hotel Sari Pacific.

Tarif tiket KA Bandara Soetta sendiri saat ini sebesar Rp 70 ribu untuk satu kali perjalanan. Tarif itu lebih mahal dibanding moda transportasi umum yang menuju bandara lainnya.

Mendengar keluhan itu, Direktur Utama Railink Heru Kuswanto tidak bisa menjawab. Dia hanya mengatakan tarif itu sudah sesuai perhitungannya.

"Tarif sebenarnya saat ini hitungannya memang seperti itu. Tarif memang tidak bisa turun lagi," ujarnya.

Heru menjelaskan KA Bandara sebenarnya merupakan amanah dari pemerintah. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2011 KAI dan AP2 diamanahkan untuk membangun KA Bandara dan menunjuk Railink sebagai operatornya.

Berdasarkan penjelasan itu, menurut Heru jika ingin tarif KA Bandara lebih murah pemerintah harus intervensi dengan memberikan subsidi atau PSO.

"Jadi untuk tarif pengaruhnya cukup banyak, barangkali pemerintah bisa masuk cukup dalam pakai PSO atau yang lainnya, ya monggo," ujarnya.

Hal itu pun langsung mendapatkan tanggapan dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang hadir belakangan. Dia menekankan bahwa pemerintah sulit jika harus memberikan subsidi untuk KA Bandara.

"Memang KA Bandara untuk Medan dan Jakarta ini tidak kita berikan subsidi. Karena memang dulunya proposal Railink ini komersial," ujarnya.

Menurut Budi jika didesak tetap memberikan subsidi untuk KA Bandara maka prosesnya akan sangat sulit. Sebab pemerintah harus membuat produk kebijakan hukum yang baru.

"Kalau kita kasih subsidi perlu adanya upaya legal dan itu harus didiskusikan," tegasnya.

Lagipula, Budi mengaku yakin, tarif KA Bandara saat ini bisa diterima masyarakat jika pelayanannya sudah semakin baik dan semakin luas. Bahkan dulu saat KA Bandara masih berbentuk kajian, diusulkan tarifnya mencapai Rp 100 ribu.

Sementara Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Zulmafendi mengusulkan agar PT Railink lebih baik melakukan pertimbangan secara internal, apakah ada kemungkinan perusahaan bisa melakukan efisiensi agar tarif lebih murah

"Kalau subsidi memang agak berbeda, aturannya juga berbeda. Sebelum kita terlalu jauh bahas itu, kita ingin dari Railink melihat ke dalam dulu apa ada hal yang bisa diperbaiki, sehingga bisa disesuaikan. Kita juga berharap manajemen melakukan upaya-upaya lain sehingga ada substitusi tarif itu," tegasnya.

Budi mengaku optimis angkutan kereta kedepannya akan semakin digemari oleh masyarakat. Dia pun yakin okupansi KA Bandara akan lebih baik.

Memang menurutnya saat ini KA Bandara belum sepenuhnya memenuhi keinginan masyarakat. Namun dia yakin jika angkutan kereta di Ibu Kota sudah terintegrasi seperti dengan LRT Jabodebek dan MRT maka akan menunjang pelayanan dari KA Bandara.

Sebab nantinya Dukuh Atas akan menjadi titik integrasi antara LRT, MRT, Trans Jakarta dan KA Bandara. Masyarakat pun bisa memanfaatkan moda transportasi itu untuk mengakses KA Bandara.

"LRT, MRT, juga akan dioperasikan Februari. Jadi suplai juga. Artinya orang dari Lebak Bulus, gunakan di Dukuh Atas sampai Bandara. Masalah waktu saja. Saya meyakini bahwa Kereta Bandara itu akan di atas 60%," tegasnya.

Selain itu, menurut Budi yang menjadi masalah adanya proyek Double Double Track (DDY yang belum selesai di Manggarai. Hal itu menghambat operasi dari KA Bandara yang menuju Bekasi.

"Kedua ada DDT. Sekarang kita terlambat itu karena ada crossing. Kalau luar kota terlambat yang dalam terganggu atau sebaliknya. Nah kita harapkan percepat menjadi 2020. Karena Manggarai selesai manfaatnya bukan hanya KRL saja tapi Kereta Bandara juga. KA bisa langsung ke Bekasi, nah Bekasi walaupun Rp 75 ribu pasti laku," ujarnya.

Hide Ads