PT Adhi Karya Tbk (ADHI) merupakan BUMN yang mendapatkan tugas untuk menggarap proyek kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek) terintegrasi. Direktur Utama Adhi Karya, Budi Harto berkenan menjawab seluruh isu yang menimpa proyek ini.
, Budi mengungkapkan bukan hanya progres proyek saat ini, tapi juga hambatan-hambatan yang menimpa proyek ini.
Seperti kendala khususnya untuk trase kawasan Setiabudi hingga Dukuh Atas. Izin penetapan lokasi oleh Pemprov DKI Jakarta baru ditandatangani April 2018. Namun kabarnya Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Perhubungan masih belum mencapai kesepakatan terkait penetapan titik stasiun LRT di Dukuh Atas.
LRT Jabodebek belakangan juga dituding menjadi salah satu penyebab dari maraknya kemacetan khususnya di Tol Jakarta-Cikampek.
Budi juga berkenan untuk menjawab isu lain seperti penggunaan isu tenaga kerja asing, hingga BUMN yang katanya menjadi anak emas soal jatah proyek dari pemerintah. Berikut wawancara lengkapnya:
Belakangan ini kan ramai diperbincangkan bahwa proyek LRT menjadi salah satu penyebab kemacetan, sebenarnya sudah sampai mana progres pembangunan LRT Jabodebek?Total progres sudah 56%, kalau dilihat per segmen itu, untuk Cibubur-Cawang sudah 75%, Cawang-Bekasi Timur sudah 50%, dan Cawang-Dukuh Atas 43%. Jadi sudah semakin cepat karena kami sudah mulai kerjakan non sipil.
Progresnya kok berbeda-beda?
Antara Cawang dan Cibubur relatif tidak ada pembebasan tanah. Kemudian dari Cawang ke Bekasi Timur ada beberapa tempat yang harus dibebaskan. Ini yang paling besar untuk dibebaskan di wilayah Depo. Itu jadi bagian penting untuk pengoperasian LRT. Untuk Depo perlu lahan 10 hektar. Sampai saat ini belum semua terbebaskan tapi Isnya Allah Maret ini selesai.
Kemudian untuk di Cawang-Dukuh Atas itu ternyata ada masalah di bawahnya banyak isntalasi, seperti pipa gas, jaringan listrik PLN, jaringan telekomunikasi dan beberapa lahan yang harus dibebaskan dan ujungnya antara Setiabudi ke Dukuh Atas sampai saat ini belum ada keputusan dari pemerintah. Jadi diskusinya untuk ruas yang hanya 3 km ini memakan waktu yang cukup panjang, dari 2016 sejak Gubernur yang lama sampai yang baru ini belum ketemu antara keinginan Pemprov dengan Kementerian Perhubungan.
Memang perbedaan keingannya antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI itu apa?
Kalau dari sisi tempat, jadi darii pihak Pemda DKI Jakarta menghendaki stasiun terakhir Dukuh Atas berada di sebelah selatan gedung Landmark. Sementara Kemenhub menghendaki di samping sungai yang berada di sebrang stasiun Sudirman.
Kalau menurut Adhi Karya dari keinginan Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat apa saja kelebihan dan kekurangannya?
Bagi kami sama saja keduanya, yang penting bagi kami lebih cepat lebih baik. Karena ini perlu waktu lama pembangunannya. Tapi kedua belah pihak rutin melakukan pertemuan untuk mncari solusi. Sebenarnya Dukuh Atas itu kami sudah mulai bekerja di 2016 awal.
Dari Adhi Karya sendiri merasa terganggu tidak?
Ya jujur kami mearasa terganggu. Seharusnya itu bisa dikerjakan paralel jadi tidak bisa. Nanti kita hanya kerjakan di wilayah itu saja waktunya molor kan.
Menurut Anda secara pengalaman yang ada, dengan adanya LRT itu bisa kurangi kemacetan seberapa besar?
Idealnya kalau kita lihat kota-kota besar di dunia sistem penyelesaiam masalah kemacetannya itu berbasis rel. Nah berdasarkan informasi yang saya dapatkan bahwa angkutan transportasi berbasis rel itu akan bisa terasa manfaatnya kalau dibangun minimum 100 km. Untuk di Jakarta ini yang sudah dibangun ini kan LRT 44 km, kemudian MRT itu 18 km, kemudian LRT yang dibangun Jakpro 5 km.
Jadi harusnya ditambah lagi. Kemudian sistem kereta yang sudah ada sekarang, KRL itukan jalurnya ada di bawah. Seharusnya berada di atas, elevated. Karena kereta inikan lajunya cepat, lalu kalau di bawah juga menggangu lalu lintas. Kemudian mestinya pemerintah harus mulai antara Cibubur sampai Bogor. Karena kan Jakarta ini penduduknya hanya 12 juta, tapi kalau siang menjadi 18 juta.
Kalau untuk pembiayan, sebenarnya dari total pembiayaan LRT Jabodebek ini seberapa besar dari kantong Adhi Karya sendiri?
Jadi sekarang ini kami sudah menghabiskan belanja sekitar Rp 12 triliun, dari situ sekitar Rp 6 triliun kami terima berdasarkan progres dari KAI, kemudian ada dana internal sendiri, dan ada faislitas perbankan.
Kalau dikaitkan dengan proyek LRT Dukuh Atas yang tersendat itu mengganggu cashflow Adhi Karya enggak?
Gangguannya ada, tapi enggak seberapa sih, kita berusaha di-switch ke dengan proyek yang lain. Sebenarnya yang akan dirugikan nanti adalah mestinya 2022 awal harusnya sudah bisa beroperasi penuh terpaksa mundur. Itu kan investais yang sudah masuk tapi belum bisa menghasilkan.
Salah satu hal yang juga disoroti oleh masyarakat adalah penggunaan tenaga kerja asing (TKA), apakah di proyek LRT ada TKA?
Jadi total pekerja di proyek LRT ada sekitar 12 ribu orang. Dari jumlah itu hampir semuanya lokal, hanya ada 2 orang pekerja asing dari Perancis, itu pun hanya konsiltan. Mereka itu betul-betul kita perlukan.
Banyak yang bilang proyek LRT jadi biang kemacetan, memang benar seperti itu?
Oke, jadi yang selama ini yang jadi pusat perhatian masyarakat adalah di tol Jakarta-Cikampek. Di sana itu dibangun Tol Jakarta-Cikampek elevated, ada LRT dari Adhi Karya dan ada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Nah untuk saat ini kami sudah selesaikan banyak pekerjaan di jalur itu. Jadi pada waktu ribut-ribut diberhentikan kemarin itu kami sedang mengerjakan jembatan di atas Kali Bekasi, itu memang beberapa kali mengganggu di bahu jalan, tapi sekarang sudah selesai pad 15 Desember 2018 kemarin.
Jadi di ruang itu relatif sudah tidak ada gangguan. Ada jembatan di Cikunir di area di luar jalan tol, jadi tidak ada gangguan. Sekarang juga kami kerjakan stasiun crane-nya kami tempatkan di luar jalan tol, jadi tidak ada gangguan.
Jadi pada saat ribut-ribut kemacetan pada saat Natal dan Tahun Baru kemarin Adhi Karya tidak ikut-ikutan menjadi penyebabnya?
Iya, kalau Natal kemarin memang ditutup. Jadi Insya Allah setelah Tahun Baru kondisinya akan lebih baik, karena beberapa pekerjaan sudah selesai.
Nanti ketika LRT sudah resmi beroperasi apakah nanti Adhi Karya akan ikut melakukan pengoperasian?
Untuk operasional nanti itu KAI. Kami memang investasi di depo dan stasiunnya Rp 4,2 triliun. Tapi pengoperasiannya sepenuhnya KAI. Kami kerja sama saja.
Kira-kira untuk hitung-hitungan tiket, menurut Anda harusnya berapa?
Kalau untuk menentukan tarif tiket ada 2 hal, yakni dihitung dari besaran investai atau dari kemampuan masyarakat untuk membayar. Saya pikir pemerintah akan menghitung dari yang kedua, dari kemampuan bayar masyarakat, lalu nanti akan ada subsidi. Tapi nanti lama-lama akan tercapai, subsidi mungkin hanya di tahun-tahun pertama, nanti satu sisi penumpang meningkat, kemudian kemampuan bayar masyarakat meningkat, sehingga sudah tidak subsidi lagi.
Apakah Adhi Karya masih menggarap proyek di luar negeri?
Sementara ini banyak peluang peluang di dalam negeri, jadi kami fokus di dalam negeri dulu. Di 2019 ini kami juga masih tetap fokus di dalam negeri. Saat ini kami sudah dapat penetapan ada 3 proyek, jalan Tol Solo-Yogyakarta-Ponorogo, lalu proyek saluran air minum dari Bendungan Karian ke Jakarta, dan kemudian proyek air minun di dumai.
Ada kritik juga hampir semua infrastruktur dikerjakan oleh BUMN salah satunya Adhi, memang penetapannya seperti apa?
Ini penugasan. Sekarang bayangkan apakah teman-teman swasta ada yang mau ditugaskan seperti kami? Kami melakukan desain, merangcang, membangun dan membiayai sendiri lebih dulu. Proyek LRT waktu rencana awal didanai APBN. Kemudian oleh Menteri BUMN, Menterii Keuangan, Menteri Perhubungan, akhirnya diputuskan didanai melalui KAI. Tapi kami biayai sendiri dulu. Contohnya kami sudah belanja Rp 12 triliun, tapi baruu dibayar Rp 6 triliun. Apa teman-teman swasta ada yang mau seperti itu. Ya seperti itulah BUMN. Kami ini agen pemerintah, ya tugas kami seperti itu.
Pak Presiden arahannya, proyek infrastruktur kalau swasta mau silahkan, jadi didahulukan. Tapi kalau tidak ada yang mau diserahkan ke BUMN, kalau BUMN sudah tidak sanggup baru ditangani dengan APBN.
Ada juga yang menjadi pertanyaan yang berkembang, kenapa infrastruktur digenjot sekarang, apa benar buat kampanye?
Saya melihatnya pemerintah selama 4 tahun utamakan mengejar pembangunan infrastruktur. Ada 2 gambaran untuk menjelaskan, tahun 1962 andaikan Bung Karno tidak berani mengambil keputusan politik untuk membangun kawasan olah raga di Senayan. Coba ada enggak yang sebesar itu. Waktu itu mungkin saat dibangun belum menjadi kebutuhan, tapi sekarang itu sudah menjadi kebutuhan. Sama dengan saat ini, kalau tidak dikejar kapan lagi.
Gambaran kedua, dulu 10 tahun yang lalu kalau bangun jalan tol itu 1 km hanya Rp 40 miliar, sekarang sudah Rp 90 miliar. Kalau itu kita bangun dulu dengan agak dipaksakan Rp 40 miliar sudah jadi, sekarang sudah kembalikan investasi. Kedua masyarakat sudah bisa menikmati, dampak ekonominya juga meningkat. Jadi marilah kita lihat infrastruktur ini secara jenrih. Ini sudah terlambat, liha di mana-mana sudah ada kemacetan, Jakarta misalnya. Dampaknya bisa dilihat berapa wkatu yang terbuang karena kemacetan, berapa banyak bahan bakar yang terbuang. Jadi infrastruktur ini tidak bisa ditunda, semakin ditunda, biayanya semakin mahal.