Bayangkan saja, di tahun 2008 ia pernah mengalami masa sulit akibat krisis yang menghantam negaranya. Mau tak mau, bank miliknya terancam.
Benar saja, Islandia menjadi negara yang sebentar lagi akan mengalami kebangkrutan, mata uang tak bernilai. Ratusan orang kehilangan pekerjaan bahkan tabungannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aku hampir pergi ke bawah batu dan kembali saat kekacauan selesai. Aku merasa buruk dalam segala hal," kata dia seperti dikutip dari Forbes, Kamis (17/1/2019).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa perusahaan miliknya memiliki utang sebesar US$ 10 miliar. Akibatnya, kekayaannya saat itu anjlok menjadi minus US$ 3,5 miliar.
Namun, ketika perekonomian global membaik, kondisi di Islandia juga ikut kembali. Hal itu terlihat dari GDP yang kembali di atas 3% hingga tingkat inflasi yang rendah serta angka pengangguran yang berkurang.
Dari perjuangannya melewati masa-masa kelam tersebut, akhirnya ia mampu menempati ranking ke-48 sebagai miliuner di tahun 2015.
Keluarga Bjorgolfsson sendiri memang memiliki jiwa bisnis dari kakek buyutnya. Bahkan, kakeknya mampu bertahan mengalami kebangkrutan hampir dua kali. Untuk itu, ia ingin memperbaiki reputasi keluarganya.
Demi memperbaiki reputasi keluarganya, Bjorgolfsson pindah ke Rusia. Ia mendirikan bisnis minuman keras. Bisnisnya pun berhasil, ia menjual minuman tersebut ke perusahaan Heineken di tahun 2002 seharga US$ 100 juta.
Setelah itu, ia kembali ke Islandia dan membeli 46% saham bank Landsbanki. Selain itu, ia juga membangun bisnis lainnya seperti perusahaan telekomunikasi dan pakaian olahraga.
Namun, ia kembali kehilangan kepemilikan senilai US$ 1,8 miliar akibat bangkrutnya perusahaan yang ia jalani di bidang telekomunikasi dan pakaian olahraga.
Ia pun bekerja keras agar tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang pernah dialami oleh kaket buyutnya hingga saat ini memiliki kekayaan US$ 3,5 miliar di tahun 2017. (ang/ang)