Ketua Umum KTTI Tengku Ryo Rizqan menyebut, produk tenun tiruan yang berasal dari impor diproduksi secara massal menggunakan mesin.
"Seperti kain misalnya coba cek kain produk lokal kita hampir dibilang sulit diakses, hampir semuanya impor. Nah ini yang harus kita amati. Kita belum mampu lah untuk bisa meredam itu, terlalu kompleks persoalannya," katanya saat ditemui di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika menggunakan mesin pabrikan, otomatis ongkos produksi tenun tiruan dari luar negeri jauh lebih murah.
"Pasti (lebih murah), kan waktu kerja itu berbeda, pola kerja berbeda tentu akan mereduksi ongkos produksi kan," sebutnya.
Dia mencontohkan, untuk produk kain tenun tradisional di Indonesia saja paling murah Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Sedangkan impor hanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu.
"Bisa jadi (produk impor) hanya Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu kan," sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota KTTI Boy Abdul menyebut, produk impor menguasai hingga 75% produk kain tenun di Indonesia. Produk impor itu berasal dari India, Thailand dan China.
"Produk jadinya umumnya 75% dari luar," tambahnya.