Banyak pihak yang khawatir tingginya tensi politik mempengaruhi psikologis investor, khususnya investor asing. Jika benar maka nilai tukar rupiah mempunyai risiko.
Menurut Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonom Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menilai kondisi rupiah tahun ini akan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun dia melihat rupiah akan terguncang pada sekitar kuartal II tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping siklus tahunan itu yang membuat permintaan dolar AS meningkat, menurut Budi Pilpres 2019 juga akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Namun menurutnya pengaruh Pilpres tidak akan begitu besar.
"Kita lihat Pilpres hangat tapi tidak membakar (rupiah)," tambahnya.
Namun setelah kuartal II Budi memperkirakan kondisi rupiah akan membaik. Sebab menurutnya dolar AS tahun ini akan melemah.
Pelemahan dolar AS akan lebih disebabkan perekonomian AS yang akan melemah tahun ini setelah sebelumnya menguat. Salah satu penyebabnya adalah tutupnya pemerintahan AS lantaran keinginan Presiden AS Donald Trump untuk membuat tembok pembatas dengan Meksiko.
"Akibat shutdown cost-nya sekitar US$ 11 miliar. Lebih besar dibanding biaya yang membangun tembok yang diajukan Trump US$ 5,7 miliar. Kita lihat indikasi ekonomi AS itu slowing sekali, apalagi dampak negatif dari shutdown. Ada tekanan dana keluar," terangnya.
Dia memprediksi nilai tukar rupiah tahun ini akan berada dalam kisaran Rp 14.000 hingga Rp 14.800. Proyeksi itu lebih rendah dari asumsi APBN 2019 di level Rp 15.000.
Baca juga: Dolar AS Menguat Tipis ke Rp 14.080 Pagi Ini |