Latte Factor: Kebiasaan Belanja Recehan yang Bikin Boros

Latte Factor: Kebiasaan Belanja Recehan yang Bikin Boros

Baratadewa Sakti - Aidil Akbar Madjid & Partners - detikFinance
Kamis, 31 Jan 2019 07:58 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Latte factor adalah pengeluaran untuk hal yang sebenarnya tidak perlu, yang terlihat kecil dan tanpa sadar dilakukan terus menerus, hingga akhirnya membuat pengeluaran membengkak.

Belakangan ini istilah latte factor, karena terkait dengan manajemen keuangan, mulai sering terdengar. Pencetusnya adalah David Bach, seorang motivator, public figure sekaligus pengusaha yang sukses dengan bukunya yang bertajuk Finish Rich.

Bach menyebut bahwa latte factor merujuk pada kebiasaan orang-orang yang menghabiskan penghasilan mereka justru dari hal-hal kecil yang dilakukan setiap hari. Istilah latte dipilih karena merujuk pada hobi banyak orang mengonsumsi kopi setiap hari, apalagi di kota besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal latte factor ini sebenarnya bukan cuma soal latte saja. Pengeluaran rutin yang dilakukan setiap hari, meski nilainya kecil, jika dikalkulasikan dalam periode seminggu, sebulan bahkan setahun, ternyata nilainya lumayan! Bayangkan jika nominal itu bisa ditabung dan dinvestasikan.

Masalahnya, masih sering kita mendengar banyaknya cerita yang tidak menyadari bahwa pengeluaran-pengeluaran kecil tadi sebenarnya tidak memberikan banyak manfaat besar dalam kehidupan kita.

Namun tentu saja, pengeluaran yang besar juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengeluaran untuk hal besar juga turut andil untuk menguras tabungan dan penghasilan. Tapi setidaknya, jika dimulai dari hal-hal yang kecil, kebiasaan menabung akan menjadi lebih baik. Kondisi keuangan pun bisa lebih stabil.

Latte factor tak hanya berwujud kopi, ia bisa macam-macam wujudnya, mulai dari biaya membeli air mineral kemasan, belanja cemilan, makan di restoran, hingga pakaian baru. Setiap orang memiliki latte factor-nya masing-masing.

Survei internal yang dilakukan salah satu lembaga perbankan di Indonesia tahun 2017 menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menggelontorkan lebih dari Rp 900 ribu untuk latte factor setiap bulannya.

Pengeluaran latte factor terbesar adalah pada kebutuhan sandang yang sekunder, seperti lipstik, sepatu dan baju, hanya untuk menambah koleksi, tas, syal, aksesori, dan lainnya. Angkanya mencapai 58%.

Pengeluaran terbesar kedua tercatat pada taksi atau transportasi online yang mencapai 15%. Ini adalah jenis pengeluaran yang bisa dihemat jika menggunakan kendaraan umum massa seperti kereta atau bus.

Lalu ada biaya membeli makanan dan minuman ringan yang mencapai 11%. Sementara untuk kopi setiap pagi menghabiskan 9% dari total pengeluaran latte factor masing-masing responden. Ada pula biaya untuk membeli air mineral, rokok, hingga biaya administrasi bank.

Contoh latte factor antara lain, ketika seseorang membeli kopi di kedai kopi dekat kantor, maka secara tidak sadar ia akan selalu mampir ke kedai tersebut tanpa berpikir panjang lagi. Atau ketika teman-teman sebayanya mengajak untuk nongkrong di kafe, maka ia akan mengikuti demi menjaga pertemanan.

Padahal masyarakat Indonesia untuk menyisihkan uang dari penghasilan masih sangat rendah. Survei bertajuk 'Share of Wallet' oleh Kadence International Indonesia menunjukkan masyarakat di Indonesia hanya menyisihkan rata-rata 8% dari penghasilannya untuk tabungan.

Sebenarnya bila pengeluaran untuk latte factor ini bisa dikontrol dan diminimalkan, tentu ada potensi dana yang bisa ditabung, disedekahkan atau bahkan diinvestasikan. Bagaimana cara kontrolnya?


Belajar di workshop Perencanaan Keuangan dan Investasi yang dilaksanakan oleh tim IARFC Indonesia atau tim AAM & Associates.

Di Jakarta dibuka workshop sehari tentang bagaimana cara Mengelola Gaji dan Mengatur Uang bulanan dan Belajar dan Teknik Menjadi Kaya Raya dan juga workshop sehari tentang Reksadana. Ada juga workshop khusus tentang Asuransi membahas Keuntungan dan Kerugian dari Unitlink yang sudah anda beli.

Karena banyak permintaan, dibuka lagi workshop Komunikasi yang memukau lawan bicara anda (menghipnotis), cocok untuk anda orang sales & marketing, untuk komunikasi ke pasangan, anak, boss, anak buah, ke siapapun, info.

Untuk ilmu yang lebih lengkap lagi, anda bisa belajar tentang perencanaan keuangan komplit, bahkan bisa jadi konsultannya dengan sertifikat Internasional bisa ikutan workshop Basic Financial Planning dan workshop Intermediate dan Advance Financial Planning di Pertengahan Info lainnya bisa dilihat di www.IARFCIndonesia.com (jangan lupa tanyakan DISKON paket)

Anda bisa diskusi tanya jawab dengan cara bergabung di akun telegram group kami "Seputar Keuangan" atau klik di sini.

Disclaimer: artikel ini merupakan kiriman dari mitra yang bekerja sama dengan detikcom. Redaksi detikcom tidak bertanggung jawab atas isi artikel yang dikirim oleh mitra. Tanggung jawab sepenuhnya ada di penulis artikel.
(ang/ang)

Hide Ads