"LRT Bandung Raya akan dijadikan proyek KPBU. Berarti akan dibiayai pemerintah dan investor," kara Direktur Utama Jasa Moda Transportasi (JMT) Endi Roeswendi, usai rapat terkait LRT Bandung Raya, di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (30/1/2019).
Endi menjelaskan meski belum ada keputusan resmi untuk pembangunan LRT khususnya trase satu dari Tegalluar-Leuwipanjang sepanjang 16 Km, biaya yang dibutuhkan diperkirakan Rp 4 triliun-Rp 5 triliun. Rute itu akan terhubung dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hitungan (biaya) sudah, cuma belum lihat laporan dari Kemenhub (Kementerian Perhubungan), tapi perkiraan biaya sekitar Rp 4 triliun-Rp 5 triliun untuk 16 Km. Fase satu yang menghubungkan kereta cepat dari Tegalluar ke Leuwipanjang," katanya.
Pihaknya saat ini tengah menjajaki pembentukan konsorsium dengan PT Wijaya Karya, PT Jasa Sarana dan perusahaan swasta asing untuk nantinya ikut dalam lelang proyek tersebut. Sementara untuk dana pemerintah masih dilakukan penghitungan
"Kita akan hitung, berapa yang cocok tergantung pemerintah yang punya kepentingan apakah BUMD harus besar atau BUMN," ucapnya.
Sementara untuk porsi anggaran dari pemerintah, lanjut dia, dirancang dalam dua skema yakni dana pendukung tunai (Vaibility Gap Fund) dan avaibility payment (AP).
"AP ini yang diberikan tiap tahun oleh pemerintah. Ada juga bantuan investasi cuman besarannya harus dihitung," katanya.
Menurutnya setelah mematangkan skema KPBU yang tepat, Pemprov sedang mendorong agar proyek ini segera dilelang, namun karena harus melibatkan Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kemenhub rencananya akan dibentuk terlebih dulu kantor bersama agar proyek ini bisa berjalan sesuai harapan.
"Ini untuk membantu mempercepat proses ini," ucapnya.
Dia menambahkan, setelah urusan administrasi selesai maka proses lelang investasi akan dimulai. Harapannya proses lelang ini bisa selesai di tahun ini agar pembangunan LRT Bandung Raya ini bisa sejalan dengan Kereta Cepat yang diprediksi selesai 2021 mendatang.
"Karena kalau dari kereta cepat (Tegalluar) tidak ada (LRT) ke Bandung, penumpang naik apa?" ujarnya.
PT JMT merupakan anak perusahaan PT Jasa Sarana sebagai BUMD milik Pemprov Jabar. Perusahaan daerah ini dibentuk untuk menggarap proyek monorel sebelum akhirnya sekarang diganti menjadi LRT Bandung Raya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih terus membahas terkait pembangunan Light Rail Transit (LRT) Bandung Raya. Proyek ini rencananya akan menggunakan pola pendanaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa menjelaskan, usulan pola KPBU untuk proyek LRT Bandung Raya mengemuka dalam pertemuan yang dilakukan pihaknya dengan PT KCIC, PT Pilar Indonesia BUMN Indonesia dan PT Jabar Moda Transportas (JMT), di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (22/1/2019).
"LRT nanti kalau hanya bisnis to bisnis enggak mungkin. Karena itu ada usulan KPBU, jadi kerjasama pemerintah dan badan usaha," katanya.
Iwa juga mengungkapkan, trase untuk LRT Bandung Raya itu telah diusulkan kepada Kementrian Perhubungan. Tapi dia tida menjelaskan secara rinci trase tersebut. Namun yang jelas LRT itu akan melintasi beberapa wilayah seperti Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung dan Sumedang.
"Trase LRT sudah diusulkan ke Kementerian Perhubungan, namun nanti hasil pengkajian ada yang perlu dikaji lagi terkait adanya TOD (transit oriented development kereta cepat)," katanya. (mso/hns)