Hal ini dilakukan agar tak ada lagi laporan penagihan yang meresahkan. Wakil ketua umum AFPI, Sunu Widyatmoko menjelaskan AFPI membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan operasional atau code of conduct fintech peer to peer lending (pendanaan online).
AFPI juga akan memitigasi peredaran pinjaman online ilegal, Asosiasi Fintech akan menerapkan sertifikat lembaga penagihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, keberadaan komite etik dan langkah-langkah perlindungan ini sekaligus menegaskan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab, untuk melindungi nasabah maupun penyelenggara.
"Munculnya peraturan tersebut menjadi bukti bahwa para pelaku usaha fintech peer to peer lending ingin membangun industri fintech dalam negeri lebih baik ke depannya," ujar dia.
Hal tersebut, menurut Sunu akan melindungi konsumen seperti larangan mengakses kontak dan penetapan biaya pinjaman maksimal. Misalnya kode etik tersebut, AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8% per hari dengan penagihan maksimal 90 hari.
Baca juga: 58 Fintech Ajukan Izin ke OJK Tahun Ini |
Kemudian AFPI juga sedang mengembangkan pusat data fintech yang akan digunakan untuk mendeteksi peminjam nakal. Sunu menyebut jika peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, maka akan tercatat pada pusat data fintech sebagai peminjam bermasalah.
Sunu menambahkan pengaduan terkait fintech lending yang melibatkan anggota asosiasi akan segera diselesaikan.
"Namun untuk pengaduan yang di luar anggota atau perusahaan fintech pendanaan online tidak terdaftar, seharusnya diselesaikan di Bareskrim atau Cyber Crime," kata Sunu. (kil/ara)