"Kami tahu tanah di Gunungkidul mudah erosi, jadi kami minta BPTP melalukan kajian tanah yang subur untuk padat populasi tanaman jagung," kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Gatot Irianto di sela panen raya perdana jagung di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Gunungkidul, Sabtu (9/2/2019).
"Agar komoditas jagung tersedia sepanjang tahun dan harga jagung stabil dan kompetitif, petani harus memproduksi jagung sepanjang tahun dengan menambah kepadatan jarak tanam jagung," harapnya.
Kementan menargetkan para petani bisa menambah kepadatan jarak tanam jagung dari 60 ribu batang per hektare menjadi 100 ribu batang per hektare.
Menurut Gatot, saat ini Kementan berupaya menekan impor jagung supaya harga jagung ditingkat petani lokal tidak anjlok terutama saat panen raya. Pada tahun 2018, Indonesia mengimpor jagung sebanyak 100 ribu ton. Sedangkan untuk angka ekspor mencapai 380 ribu ton.
"Jangan diartikan kalau Indonesia surplus produksi jagung lalu tidak impor. Karena pada kondisi tertentu harga jagung naik (jadi harus impor) agar peternak tidak menjerit karena harga jagung tinggi," ujarnya.
Bupati Gunungkidul, Badingah menambahkan lahan kering di Gunungkidul memang cocok untuk ditanami tanaman palawija khususnya jagung. Setiap tahun, petani di Gunungkidul menanam jagung di lahan seluas sekitar 51.000 hektare.
"Sejauh ini Gunungkidul berkontribusi 96% atas produksi jagung di DIY," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun 2018, produksi jagung di Gunungkidul mencapai 230.206 ton pipil kering dengan luas panen 50.447 hektare. Pada musim tanam pertama 2018/2019 telah dilakukan penanaman jagung di lahan seluas 46.672 hektare yang akan panen mulai pekan ini. Dari luas lahan tersebut, Kementerian Pertanian membantu benih jagung seluas 10.000 hektar dan selebihnya swadaya masyarakat.
(hns/hns)