Pemerintah sendiri sempat meminta agar badan usaha jalan tol (BUJT) mengkaji penerapan tarif maksimum. Artinya, pengguna tol tak perlu membayar penuh saat melewati Trans Jawa, melainkan hanya membayar tarif maksimal pada titik terjauh yang ditetapkan.
Lalu, bagaimana perkembangan wacana penerapan tarif maksimum tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah, mintanya Pak Menteri ada tarif optimum, gambarannya gini misalnya Jakarta sampai ujung jalan Banyuwangi atau Grati sekarang katakan 800 km, tidak dikalikan langsung kali dengan tarif Rp 1.000 tapi jarak optimum. Misal, jarak optimum 500 km jadi hanya bayar kalau menempuh dari sini 800 km bayarnya 500 km. Itu harus dihitung tarif optimum," katanya di Kantor Pusat Jasa Marga Jakarta, Senin (11/2/2019).
Persoalannya, jelasnya, Trans Jawa sendiri dikelola oleh beberapa BUJT di mana masing-masing memiliki sistem sendiri-sendiri. Di sisi lain, BUJT belum memiliki data pasti pengguna tol karena baru pertama kali ini tersambung.
"Nah kemudian BUJT ada masalah, ini karena berbagai BUJT mereka punya peralatan masing-masing, sistem IT masing-masing, kita di sini harus mengintegrasikan," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia menuturkan, dari Jasa Marga sendiri sedang menggandeng Universitas Indonesia (UI) untuk menghitung jarak serta tarif maksimum yang bakal diterapkan.
"Kita Jasa Marga, kita kerja sama dengan UI, UP2m Teknik Sipil dan Lingkungan FTUI untuk menghitung jarak maksimum untuk tarif optimum tadi, sedang kita teliti itu berapa sebetulnya, tentunya setelah operasikan. Oleh karena itu kita minta 2 bulan ini kita diskon dulu 15%," jelasnya.
Baca juga: Daftar Tol yang Tarifnya bakal Naik di 2019 |
Dia mengatakan, saat ini formula tersebut sedang dimatangkan. Paling tidak, formula tarif tersebut rampung akhir bulan ini.
Setelah rampung, nantinya formula ini akan didiskusikan dengan BUJT-BUJT yang lain. Kemudian dilanjutkan dengan integrasi sistem.
"Makanya kita minta waktu 2 bulan, rencana akhir Februari kita selesai nanti kita diskusikan jadi jarak optimum berapa, kita customize di alat, kemudian kita sinkronkan," terangnya.
"Jadi (tarif) 15% ini selama 2 bulan tetap dilakukan, kemudian berikutnya kita evaluasi lagi, apabila nanti ternyata yang optimum belum bisa, masih menganut 15%," terangnya.
Sebagai informasi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pernah meminta agar Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) merumuskan tarif maksimum. Dia bilang, jika digabungkan semua bisa-bisa tarif tol lebih mahal dari pesawat.
"Sudah saatnya untuk mendiskusikan nanti diresmikan Bapak Presiden pertengahan atau sebelum Natal sudah ada ancang-ancang tarifnya. Ditambahin kebeh (semua) lebih mahal dari pesawat, apa iya. Saya nggak ngerti," katanya dalam pengukuhan ATI di Kementerian PUPR Jakarta, Rabu (5/12/2019).