Tekor Neraca Dagang RI Berlanjut di Januari 2019 US$ 1,16 Miliar

Tekor Neraca Dagang RI Berlanjut di Januari 2019 US$ 1,16 Miliar

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 16 Feb 2019 09:31 WIB
Tekor Neraca Dagang RI Berlanjut di Januari 2019 US$ 1,16 Miliar
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia masih melanjutkan tren defisit di Januari 2019. Sebelumnya, di akhir 2018 neraca dagang Indonesia juga berturut-turut mengalami defisit.

Kinerja neraca perdagangan Indonesia belum keluar dari zona defisit meskipun pemerintah terus menebar insentif pajak yang bisa mendorong ekspor tanah air.

Kinerja ekspor tanah air masih kalah besar dibandingkan dengan kinerja impornya, sehingga neraca perdagangan di Januari 2019 pun kembali mengalami defisit.

Berikut ulasannya yang dirangkum detikFinance, Sabtu (16/2/2019).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi ekspor Indonesia pada Januari 2019 mencapai US$ 13,87 miliar. Sementara impor di bulan yang sama tercatat US$ 15,03 miliar.

Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia di Januari 2019 mengalami defisit US$ 1,16 miliar.

"Dengan menggabungkan angka ekspor dan impor, maka neraca perdagangan Januari 2019 defisit US$ 1,16 miliar," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).

Ekspor Januari 2019 turun 3,24% (month to month). Sedangkan secara tahunan atau year on year, ekspor Januari 2019 turun 4,70% dibandingkan Januari 2018.

Sementara nilai impor Indonesia pada Januari 2019 yang sebesar US$ 15,03 miliar turun 2,19% bila dibandingkan Desember 2018.

Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2019 tercatat defisit US$ 1,16 miliar. Neraca dagang Indonesia defisit terhadap beberapa negara, yakni China, Thailand dan Australia.

"Yang defisit, dengan Tiongkok (China) lumayan dalam US$ 2,43 miliar. Thailand juga masih defisit dan Australia juga defisit," kata kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Sementara negara-negara yang neraca dagangnya berhasil diungguli oleh Indonesia yakni Amerika Serikat (AS), India dan Belanda.

"Neraca perdagangan beberapa negara masih surplus. Dengan AS masih alami surplus dan meningkat pada Januari 2019 US$ 805 juta surplus, kemudian dengan India dan Belanda." katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menilai defisit neraca perdagangan pada Januari 2019 yang sebesar US$ 1,16 miliar menjadi yang paling dalam jika dilihat dari Januari 2014.

Hal itu diungkapkan Kepala BPS Suhariyanto saat merilis angka ekspor dan impor Indonesia periode Januari 2019 di Kantor BPS Pusat, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).

"Saya punya datanya sampai 2014, kalau ditanya ini defisit yang paling besar (periode Januari)," kata Suhariyanto.

Dia menyebut, defisit neraca dagang pada Januari 2014 sebesar US$ 443,9 juta, pada Januari tahun 2015 surplus US$ 632,3 juta, pada Januari tahun 2016 kembali surplus sebesar US$ 114 juta, pada Januari tahun 2017 kembali surplus sebesar US$ 1,4 miliar, dan pada Januari tahun 2018 defisit US$ 156 juta.

Pemerintah mencari cara membenahi neraca perdagangan RI yang masih tekor. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, untuk jangka pendek pemerintah berupaya mendorong ekspor komoditas industri.

Selama ini Indonesia cukup tergantung terhadap komoditas tambang maupun hasil perkebunan untuk di ekspor ke China. Negeri tirai bambu itu merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi China imbas perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), membuat pemerintah harus mulai fokus mencari komoditas lain untuk diekspor ke negara selain China.

"Memang produk yang kita ekspor ke China itu nggak mudah juga dialihkan ke negara lain karena itu hasil tambang dan hasil perkebunan," kata Darmin di kantornya, Jumat (15/2/2019).

Darmin mencontohkan salah satu komoditas industri yang didorong ekspornya adalah produk otomotif, salah satunya kendaraan bermotor dalam bentuk jadi (completely build up/CBU).

Upaya yang sudah dilakukan adalah penyederhanaan prosedur ekspor tersebut dengan menerbitkan Peraturan Dirjen BC nomor PER-01/BC/2019 tanggal 1 Februari 2019.

Pemerintah tengah merumuskan komoditas industri yang lain untuk mendorong ekspor.

Hide Ads