Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta dalam 'Diskusi Publik Membedah Isu-isu Strategis pada Debat Capres/Cawapres Demi Kemajuan Bangsa hari ini'.
"Arah kebijakan dan pembangunan harus diarahkan untuk memfasilitasi dan melibatkan semua masyarakat tanpa meninggalkan seorang pun, termasuk dalam hal kepemilikan aset," paparnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, keadilan terhadap kepemilikan aset dijunjung tinggi melalui program Reforma Agraria. Program tersebut mendistribusikan 9 juta hektare tanah sebagai objek reforma agraria dan skema perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare kepada rakyat.
Sesuai dengan RPJMN 2015-2019, target tanah objek Reforma Agraria mencapai 9 juta hektare yang terdiri dari legalisasi aset 4,5 juta hektare dan redistribusi aset 4,5 juta hektare. Seluas 3,9 juta hektare lahan akan dilegalisasi melalui program kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan 0,6 juta hektare sisanya merupakan legalisasi lahan-lahan transmigrasi.
Sementara itu, untuk redistribusi meliputi tanah-tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) dan tanah terlantar seluas 0,4 juta hektare, serta pelepasan kawasan hutan seluas 2,6 juta hektare dan penyelesaian penggunaan tanah dalam kawasan hutan seluas 2,3 juta hektare.
"Ini merupakan langkah besar karena aset didistribusikan untuk menjadi aset produktif yang dikelola oleh rakyat," ucap Arif.
Arif menambahkan, untuk bisa menjadi aset yang produktif masyarakat tidak hanya diberikan lahan usaha. Pemerintah juga memberikan program pemberdayaan ekonomi lain seperti bantuan sarana produksi, modal usaha, pemasaran, dan keterampilan. Termasuk di dalamnya kredit usaha rakyat dengan suku bunga hanya 7%, jauh di bawah standar industri.
Ia juga menegaskan bahwa program Reforma Agraria bukan hanya sekadar bagi-bagi tanah, tapi juga dilengkapi dengan peningkatan akses lainnya seperti keuangan dan infrastruktur.
"Strategi tersebut diharapkan mampu mengurangi masalah ketimpangan, ketidaksetaraan, serta mendongkrak proses pembangunan berkelanjutan," pungkas Arif.
Selain itu, Reforma Agraria akan menjadi kebijakan yang berkelanjutan. Hal itu sejalan dengan visi dan misi Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai Calon Presiden. Hal itu akan diwujudkan melalui langkah strategis redistribusi aset demi menciptakan pembangunan berkeadilan.
Tidak hanya itu, redistribusi aset juga memberikan dampak yang nyata terhadap kemiskinan, utamanya di perdesaan. Dari hasil simulasi KEIN dengan menggunakan data Susenas Maret 2017, redistribusi aset mampu menurunkan koefisien gini, utamanya koefisien gini di perdesaan dari 0,320 menjadi 0,316.
Redistribusi aset atau Reforma Agraria dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, wilayah, serta sumber daya alam.
"Selain itu, reforma agraria juga menjadi bagian dari penyelesaian sengketa agraria antara masyarakat dengan perusahaan atau masyarakat dengan pemerintah," jelas Arif. (mul/ega)