Dampak Trans Jawa dirasa masih minim untuk menurunkan biaya logistik lantaran tarifnya terlalu mahal. Padahal moda darat seperti jalan tol harusnya bisa jadi alternatif yang efisien bagi bisnis jasa pengiriman di tengah tarif kargo udara yang mencekik.
"Biaya cost masuk ke tol tak bisa menyenangkan driver kami. Harusnya diregulasi bahwa di tahun pertama harganya tidak tinggi. Perlahan baru dinaikkan. Regulasi dan tata kelolanya belum mendukung," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bisakah Tol di RI Gratis Seperti Malaysia? |
Sebelumnya diketahui kenaikan tarif muatan udara mencapai lebih dari 300%. Kenaikan itulah yang kini membebani perusahaan pengiriman pos, ekspres, dan logistik memilih jalur darat.
Namun kehadiran tol seperti di Jawa yang tersambung dari ujung ke ujung ternyata tak lantas menjadi solusi yang efektif. Tarif yang mahal membuat para sopir memilih jalan non berbayar namun mengakibatkan konsekuensi terburu-buru di jalan.
"Tol Trans Jawa nggak terlalu berpengaruh karena sistem di kami sistemnya borongan. Jadi sopir itu misalnya kalau ke Surabaya saya bekali Rp 1,5 juta, dan harus nyampe besok. Nah sopir itu pilih men-saving yang Rp 1,5 juta itu daripada masuk tol Rp 700.000. Mending saya keluar tol, saya bisa saving Rp 500 ribu. Tapi ya dampaknya di jalan dia (sopir) ugal-ugalan karena ngejar waktu," jelas Budi.
Adapun tarif tol Trans Jawa untuk kendaraan golongan I dengan rute Jakarta-Surabaya saat ini mencapai Rp 660.500. Sementara untuk kendaraan golongan V (truk dan angkutan logistik sejenis) totalnya mencapai Rp 1.382.500. Biaya ini belum termasuk ongkos bensin maupun biaya lainnya selama perjalanan. (eds/ara)