Dia mencontohkan, dalam transaksi belanja di toko para konsumen tidak mengadu ketika barang yang dibelinya itu tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
Menurut Enggartiasto, di Jerman saja pada 2018 ada sekitar 60% konsumen berani mengembalikan barang yang dibelinya karena tidak sesuai. Proses pengembaliannya juga terbilang cukup cepat hanya sekitar satu minggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dibandingkan dengan Indonesia hanya 1 persen dari pembeli produk online yang dikembalikan ke penjualnya. Belum lagi waktunya yang lama," kata pria yang akrab disapa Enggar itu, dalam acara puncak peringatan Harkonas yang digelar di area Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (20/3/2019).
Selain itu lanjut dia, menurut data sepanjang 2018 tercatat hanya ada 564 konsumen yang mengadukan terkait pelayanan hingga kualitas barang yang diterimanya. Hal itu menunjukkan konsumen Indonesia masih belum berdaya.
"Jumlah pengaduan selama 2018 hanya ada 564 orang (konsumen)," ucapnya.
Dia juga mengungkapkan, Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) masih kalah dengan Malaysia. IKK Indonesia hanya sebesar 40, sementara Malaysia sebesar 57.
Angka itu bahkan lebih jauh bila dibandingkan dengan negara maju seperti Korea Selatan yang mencapai 64. Sementara sejumlah negara di Uni Eropa telah mencapai 51.
"Ini kita ingin naikkan minimal pada 2019 IKK bisa mencapai 45," ujarnya.
Di momen Harkonas pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan daya kritis konsumen. Mereka menurutnya harus semakin berdaya dan responsif terhadap situasi yang ada.
"Saya tekankan target 2019, program pertama meningkatkan kesadaran konsumen agar berdaya. Kami juga kembangkan klinik (pengaduan), menyadarkan masyarakat (konsumen) itu dilindungi secara hukum untuk mendapat barang berkualitas," ujarnya. (mso/hns)