Fakta di Balik Rencana Sandiaga Beli Saham Indosat

Fakta di Balik Rencana Sandiaga Beli Saham Indosat

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 22 Mar 2019 08:29 WIB
1.

Fakta di Balik Rencana Sandiaga Beli Saham Indosat

Fakta di Balik Rencana Sandiaga Beli Saham Indosat
Foto: Tim Infografis Andhika Akbaransyah
Jakarta - Membeli kembali (buyback) saham PT Indosat Tbk merupakan salah satu janji dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belum terlaksana. Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 Sandiaga Uno berjanji akan menuntaskan janji yang masih menggantung itu.

Jika terpilih jadi Wapres, Sandiaga mengaku akan melakukan komunikasi dengan Qatar soal rencana buyback Indosat. Upaya ini juga bagian strateginya yang diberi nama Big Push.

"Sebetulnya ide Pak Jokowi untuk mem-buyback Indosat itu bagus. Dan di bawah Prabowo-Sandi, akan kita usahakan," kata Sandiaga di Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (20/3/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika benar Sandi mau merealisasikan janji itu, muncul beberapa pertanyaan berapakah dana yang dibutuhkan untuk mengambil kembali Indosat dari tangan investor Qatar, layakkah Indosat dibeli kembali saat ini dan bersediakah Ooredoo menjualnya kembali?

Komposisi kepemilikan saham ISAT saat ini memang didominasi oleh Ooredoo Asia Pte. Ltd yang memegang 65% atau sebanyak 3.532.056.600 lembar.

Sementara pemerintah dengan nama Negara Republik Indonesia masih memiliki 776.625.000 atau 14,29% saham ISAT. Sisanya 20,71% tersebar di pemegang saham publik.

Harga saham berkode ISAT ini pada penutupan perdagangan kemarin berada di posisi Rp 2.880. Jika mengacu pada harga itu maka dana yang dibutuhkan untuk mengambil semua kepemilikan Ooredoo Asia sebesar Rp 9,9 triliun.

Harga itu dengan asumsi transaksi dilakukan pembelian langsung di pasar modal di pasar reguler. Dalam transaksi pembelian saham bisa saja dilakukan di pasar negosiasi atau pun dengan mekanisme lain.

Seperti diketahui saham Indosat dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) sebanyak 41,94% pada 2002 silam. Selanjutnya pada 2008 saham Indosat secara tidak langsung diakuisisi oleh Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (Qtel) melalui Indonesia Communications Limited (ICLM) dan Indonesia Communication Pte. Ltd. (ICLS) sejumlah 40,81%.

Kemudian Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65% pada 2009. Dengan demikian Qtel atas nama Ooredoo Asia Pte. Ltd. (dahulu Qtel Asia Pte. Ltd.) sampai saat ini menguasai 65% saham Indosat.

Menurut Analis Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi secara fundamental Indosat masih memiliki kinerja negatif. Pada 2018 emiten berkode ISAT masih menderita kerugian.

"Secara fundamental ISAT masih memiliki kinerja negatif. ISAT mengalami kerugian sekitar Rp 3,1 triliun dengan pendapatan yang turun 22.7% dari tahun 2017," ujarnya kepada detikFinance.

Kalau dilihat dari kaca mata pelaku pasar tentu secata fundamental saham ISAT belum layak untuk dibeli. Mengingat sulit bagi saham yang kinerja keuangannya negatif untuk menguat.

"Iya sebenarnya belum layak Indosat di-buyback," tambahnya.

Lanjar sendiri memperkirakan tahun ini Indosat masih mengalami kerugian. Namun dia yakin kerugian tahun ini lebih sedikit dari 2018.

"Kami perkirakan ISAT masih akan mengalami kerugian di tahun 2019 dengan konsensus pendapatan Rp 24,3 triliun dengan bottom line atau kerugian berkurang menjadi Rp 2,08 triliun secara fundamental," tambahnya.

Lanjar menambahkan, jika dilihat dari enterprice Value per EBITDA saham ISAT juga sudah mahal yakni 4,9kali. Mekanisme itu merupakan penghitungan untuk menilai mahal atau murahnya suatu saham.

"Ada utang jatuh tempo 2019 sebesar Rp 7,2 triliun yang merupakan representatif 36,7% dari total hutang lancar dan 7x dari cash yang ISAT punya," tutupnya.


Menurut Analis Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi Ooredoo selaku penguasa saham Indosat saat ini belum tentu mau menjualnya. Sebab dari sisi fundamental keuangan dan sahamnya menurun dibandingkan dengan posisi saat membelinya dari pemerintah RI.

"Waktu Jokowi dulu mau buyback di tolak sama ISAT karena memang kinerja keuangan perusahaannya belum mencerminkan untung," ujarnya saat dihubungi detikFinance.

Lanjar menerangkan secara fundamental Indosat masih memiliki kinerja negatif. Pada 2018 emiten berkode ISAT masih menderita kerugian.

"Secara fundamental ISAT masih memiliki kinerja negatif. ISAT mengalami kerugian sekitar Rp 3,1 triliun dengan pendapatan yang turun 22.7% dari tahun 2017," ucapnya.

"Jika di valuasi nilai saham ISAT turun cukup signifikan berdasarkan fundamental sehingga Ooredoo tidak akan melepas di harga rendah," tambah Lanjar.

Hide Ads