Pengusaha Minta Pejabat BUMN Diseleksi Lebih Ketat

Pengusaha Minta Pejabat BUMN Diseleksi Lebih Ketat

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 25 Mar 2019 12:12 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Jadi petinggi di perusahaan milik negara atau BUMN adalah pekerjaan berat. Jika salah menunjuk orang, bisa-bisa membuat BUMN rugi atau parahnya lagi tersandung korupsi.

Seperti yang terjadi pada Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Wisnu Kuncoro. Beberapa hari yang lalu dia terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengusaha senior Sofjan Wanandi berharap, pemerintah selaku pemegang saham pengendali para BUMN agar lebih ketat dalam memilih petinggi-petinggi BUMN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya pikir harus ada keterbukaan disiplin yang ketat sekali dalam merekrut pimpinan BUMN itu. Kita enggak tahu lah alasan mereka diangkat apakah mereka the right man on the right place, atau dia punya track record. Kan dari sana bisa dicari. Jangan dicari karena kedekatan dengan pihak tertentu atau kepentingan politik," ujarnya kepada detikFinance, Senin (25/3/2019).

Pihak swasta merasa khawatir jika pimpinan BUMN dipilih secara asal. Sebab BUMN yang biasanya menguasai penuh beberapa sektor pasti juga berhubungan dengan swasta untuk mengerjakan suatu proyek.


Dalam kasus suap direksi Krakatau Steel terbukti bahwa pihak swasta terlibat baik berperan sebagai pemberi suap maupun selaku perantara.

Menurut Sofjan, swasta yang mengincar oknum petinggi BUMN yang bisa disuap hanyalah bertindak sebagai calo proyek dan tidak memiliki jejak rekam yang bagus. Hal itu juga membuat swasta yang bekerja dengan baik kehilangan peluang.

"Jadi ya harus lebih teliti melihat record orang-orang terbaik yang akan memimpin BUMN, apalagi BUMN yang besar," ujarnya.

Swasta, kata Sofjan, sebenarnya juga enggan bekerjasama dengan BUMN yang direksinya bermain kotor. Sebab dari sisi risiko akan lebih besar ketimbang keuntungannya.

"Saya pikir swasta yang benar, yang baik enggak ada yang seperti itu. Swasta yang setengah-setengah itu yang menurut saya enggak benar dipakai, yang tidak ada track record yang benar. Kalau yang benar mah mana mau diajak enggak benar begitu, malas kerja kalau sambil begitu, lebih baik enggak usah kerja, mereka bisa kerja sendiri enggak usah kerja sama BUMN," tegasnya.

(das/fdl)

Hide Ads