Yang paling hangat adalah saat masa menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Kedua pasangan calon presiden tampak membuka ruang relaksasi untuk penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan tersebut.
Pertama adalah saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui nelayan-nelayan cantrang di Jawa Tengah pada Januari 2018. Setelah menemui para nelayan cantrang, Jokowi memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hingga Pemda Tegal ke Istana saat para nelayan tengah menggelar aksi demonstrasi menolak larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puncaknya, Jokowi yang telah memanggil Susi dan Bupati Tegal Alm. Enthus Susmono ke Istana dipertemukan dengan perwakilan nelayan. Nelayan pun akhirnya diperbolehkan melaut dengan kapal cantrang.
Namun ada beberapa syarat yang diberikan oleh Susi kepada para nelayan yang diizinkan kembali menggunakan cantrang. KKP melakukan langkah-langkah untuk memfasilitasi agar nelayan yang masih menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dapat berganti menggunakan alat penangkapan ikan ramah lingkungan.
Meski demikian, tak ada batas waktu yang diberikan KKP dalam peralihan penggunaan alat tangkap. Namun sejak tahun 2018, kegiatan bantuan alat penangkapan ikan hingga fasilitas pendanaan tak lagi difokuskan untuk alih alat tangkap yang dilarang.
Sementara itu, pasangan capres lainnya Prabowo-Sandiaga Uno menjanjikan akan izin penggunaan alat tangkap cantrang kembali demi kesejahteraan nelayan. Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menjanjikan solusi lainnya demi menjaga keberlangsungan laut ketimbang melarang penggunaan cantrang.
"Kebijakan itu sangat merugikan nelayan. Jangan hanya karena kita memperhatikan lingkungan, lantas membuat para nelayan dibatasi mencari ikan. Insya Allah di bawah Prabowo-Sandi nelayan Pantura sejahtera," kata Sandiaga saat berkampanye di Desa Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong, Lamongan, Selasa (26/3).
Pendekatan Sandiaga ke para nelayan telah dimulai sejak Sandiaga mencalonkan diri sebagai cawapres. Beberapa janji manis Sandiaga kepada nelayan seperti mempermudah perizinan melaut hingga penggunaan cantrang.
Potensi Suara dari Nelayan Cantrang
Mengutip data KKP, berdasarkan usulan penggantian cantrang tahun 2017, alat tangkap cantrang beroperasi di 8 provinsi. Provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jambi dan Sumatera Utara.
Pada 2015, tercatat sebanyak 5.781 unit cantrang di seluruh Indonesia. Kemudian di awal 2017, KKP mencatat kenaikan alat tangkap cantrang menjadi 14.367 unit.
Sementara kapal nelayan yang terdaftar menggunakan cantrang untuk kawasan Pantura saja ada 1.200 kapal. Dari jumlah kapal itu diperkirakan jumlah nelayan dan pekerjanya bisa mencapai tiga kali lipat.
Sedangkan merujuk ke data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, tercatat jumlah warga yang berprofesi sebagai nelayan di Jawa Tengah mencapai lebih dari 203 ribu nelayan. Jika angka tersebut merujuk pada warga yang memiliki hak pilih, maka nelayan di Jawa Tengah setidaknya mewakili 0,7% suara dari daftar pemilih tetap 2014 yang mencapai lebih dari 26 juta jiwa.
Aturan Penggunaan Cantrang
Aturan pelarangan penggunaan cantrang sebagai alat tangkap telah lama sekali diterapkan. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti dikutip Rabu (27/3/2019), kebijakan pelarangan cantrang bahkan telah dimulai sejak 1980.
Tahun 1980, pemerintah sempat mengeluarkan Keputusan Presiden No 39 Tahun 1980 yang menginstruksikan untuk melarang penggunaan jaring Trawl. Tahun 1997 Cantrang diperbolehkan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal maksimal 5 GT dan mesin maksimal 15 PK.
Tahun 2015 API cantrang dilarang dioperasikan di seluruh WPP-NRI. Larangan penggunaan cantrang diatur dalam Permen KP No. 02/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP-NRI yang telah diganti dengan Permen KP No. 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI.
Dalam perkembangan fakta di lapangan, banyak alat tangkap yang dimodifikasi. Selain itu fakta di lapangan lainnya menunjukkan bahwa kapal-kapal cantrang banyak yang melakukan markdown atau pemalsuan ukuran kapal, terutama kapal-kapal cantrang dengan ukuran 85 GT.
Akibatnya tahun 2015 negara mengalami kerugian yang mencapai Rp 10,44 triliun. Kerugian tersebut bersumber dari 3 komponen utama, yaitu kehilangan PNBP sebesar Rp 328,41 miliar, penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk kapal nelayan sebesar Rp 280,09 miliar dan depresi sumberdaya ikan sebesar Rp 9,83 triliun.
Sosialisasi kebijakan pelarangan cantrang sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2009 kepada perwakilan Nelayan Kabupaten Rembang, Pati, Batang dan Kota Tegal. Sosialisasi dilanjutkan pada tahun 2013, 2015, 2016 dan 2017.
Pada kurun waktu 2015 sampai dengan 2017, KKP telah memfokuskan bantuan penggantian alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Jumlah bantuan yang tersalurkan sebanyak 9.021 unit alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang tersebar di 10 Provinsi.
Bantuan alat tangkap ikan yang telah disalurkan sebagian besar merupakan jaring insang/gillnet (permukaan, pertengahan, dasar), jaring insang tiga lapis (trammelnet), bubu ikan, bubu rajungan, rawai dasar, pancing ulur (handling) dan pancing tonda.
Untuk tahun 2018, bantuan alat penangkapan ikan tak lagi difokuskan untuk alih alat tangkap yang dilarang. Sebanyak 720 unit alat tangkap ikan disalurkan untuk paket bantuan kapal perikanan.
Terkait bantuan fasilitasi pendanaan/permodalan bagi nelayan pemiliki kapal ukuran >10-30 GT, pada kurun waktu 2015-2017 Ditjen Perikanan Tangkap telah memfasilitasi nelayan cantrang yang tersebar di 7 Provinsi untuk dapat memperoleh permodalan dari perbankan. Total pendanaan bagi nelayan cantrang yang diberikanan perbankan dan BLU-LPMUKP mencapai Rp 343,94 miliar.
Terkait dengan bantuan kapal perikanan, KKP menyalurkan bantuan melalui aplikasi satu data yang bisa diakses melalui web. Untuk tahun 2019 direncanakan bantuan kapal sebanyak 300 unit.
Adapun cantrang merupakan alat penangkap ikan yang berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jarring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.
Cantrang bekerja dengan cara menyapu seluruh dasar lautan, karena cantrang menangkap ikan demersal (ikan dasar). Oleh karena itu, cantrang dianggap berpotensi dapat merusak ekosistem substrat tempat tumbuhnya organism atau jasad renik yang menjadi makanan ikan dan juga merusak terumbu karang.
Cantrang dilarang karena dinilai merusak ekosistem lautan. Hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya pun murah di pasaran.
Menurut data WWF Indonesia, sekitar 60-82% tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan. Selain itu, cantrang selama ini telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan. Konflik penggunaan cantrang ini sudah berlangsung lama, bahkan sudah terjadi pembakaran kapal-kapal Cantrang oleh masyarakat. (eds/ang)