Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danang Parikesit menjelaskan, saat ini tol menganut konstruksi dengan ketahanan 1.000 tahun. Dia mengatakan, standar tersebut mempengaruhi nilai investasi.
"Konstruksinya meningkat cukup tinggi, karena adanya perubahan standar gempa. Kita sekarang menganut standar 1.000 tahun gempa. Sehingga biaya konstruksi mengalami peningkatan. Sehingga mereka pada saat yang sama ini melakukan pembicaraan dengan kita, rencana penguatan desain konstruksi," katanya di Kementerian PUPR Jakarta, Jumat (5/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih kita hitung, memang akhirnya dampak cukup besar. Saya belum bisa sampaikan besarnya, tapi kalau dari laporan BUJT yang sedang kita review memang cukup besar. Angkanya mungkin di atas 10-15% sehingga memang itu akan memberikan dampak signifikan terhadap pengusahaan dan tarif," jelasnya.
Danang menambahkan, perubahan standar tidak mengganggu progress pembangunan tol. Tapi, ini bakal memberi konsekuensi pada tarif atau pada masa konsesi tol.
"Progresnya nggak, itu terhadap tarif karena biaya konstruksi meningkat, tarifnya kemungkinan meningkat. Ini yang harus kita bahas, kita lapor Pak Menteri apakah dimungkinkan kenaikan tarif, atau mungkin diperpanjang masa konsesinya," jelasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Tahun 2014, pengerjaan proyek ini dibagi 3 tahap. Tahap pertama meliputi Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang sepanjang 30 km.
Tahap kedua rute yang akan dibangun adalah Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, dan Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,6 km.
Tahap ketiga terdiri dari Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,7 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,16 km.