Lantas apakah masing-masing capres baik Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto punya jawaban atas industri 4.0 yang jadi buah simalakama ini?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat hal ini perlu dipaparkan dalam debat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, beberapa tahun terakhir menunjukkan jumlah tenaga kerja di sektor industri khususnya manufaktur terus mengalami penurunan.
Menurutnya saat ini lebih banyak tenaga kerja yang masuk ke sektor pekerjaan informal. Itu tercermin dari tumbuhnya pekerja informal di saat yang sama pekerja formal berkurang.
"Dari sisi tenaga kerja formal dan informal, sebagai besar di sektor formal. Jadi kalau dia alami penurun share-nya dari sisi penyerapan tenaga kerja, berarti yang turun adalah penciptaan tenaga kerja formal," ujarnya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah tingginya pengangguran dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu setara sarjana. Ini perlu diperhatikan oleh masing-masing capres bagaimana industri 4.0 bisa menjawab tantangan itu.
"Karena kalau tidak hati-hati ini akan terus menekan daripada penyerapan industri manufaktur dan tidak menjawab kebutuhan penciptaan lapangan kerja untuk tenaga kerja pengangguran kita yang saat ini meningkat di level pendidikan yang tinggi," ujarnya.
Baca juga: WIKA Bidik Proyek Kereta 1.000 Km di Afrika |