Jokowi mengaku, selama proses pengambilalihan saham Freeport Indonesia ada yang menyampaikan risiko-risiko ketika Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas.
"Saya ditakut-takuti waktu mau ambil Freeport. Pak presiden hati-hati kalau mau ambil Freeport," kata Jokowi di Gor Mastrip, Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (10/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hati-hati seperti apa? Hati-hati kalau bapak berani ambil Freeport, Papua akan goncang. Saya ke Papua, kok biasa-biasa saja. Nggak masalah," ujar dia.
Meski demikian, Jokowi pun tetap memutuskan kepada para jajaran menteri terkait untuk tetap menuntaskan pengambilalihan saham Freeport Indonesia.
Menurut Jokowi, informasi yang hanya menakut-nakuti dirinya hanya untuk menggagalkan Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
"Akhir 2018 yah nyatanya bisa kita ambil 51 persen. Saya ketemu Obama saat proses pengambilalihan, nggak ngomong sama saya juga. Ketemu presiden sekarang Trump, nggak nyinggung-nyinggug juga, berarti hanya nakut-nakuti saya aja. Itu urusan bisnis. Tapi yang dulu-dulu ditakuti-takuti. Nggak ada yang masalahkan itu," jelas dia.
Selain itu, keberhasilan merebut Freeport sebagai bukti bahwa pemerintahan era Jokowi bukan antek asing. Menurut Jokowi, kabar tersebut juga semakin tidak benar ketika Blok Mahakam dan Blok Rokan berhasil dikuasai PT Pertamina (Persero).
"Itu dituduh antek asing. Yang mana. Akhir 2019, namanya Freeport, tambang terbesar di dunia dikelola Freeport Mcmoran, AS, kita sudah pegang mayoritas 51 persen," kata Jokowi.