Sebelumnya, Cawapres Prabowo, Sandiaga Uno juga menjanjikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 6,5%.
Kira-kira apakah janji tersebut bisa terealisasi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal tersebut, ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan jika janji Sandiaga Uno 6,5% saja bagai mimpi di siang bolong, maka sulit untuk pertumbuhan double digit.
"Kalau 6,5% saja seperti mimpi di siang bolong, apalagi untuk double digit. Daripada mimpi lebih baik susun kebijakan yang terukur," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jumat (12/4/2019).
Bhima menjelaskan, daripada capres berjanji terlalu tinggi lebih baik membuat langkah konkret, terkait apa yang dibutuhkan saat ini oleh Indonesia.
"Daripada pertumbuhan yang terlalu tinggi dan terlalu muluk. Kalau tidak tercapai juga bisa mengecewakan banyak orang dan itu juga pengaruh ke ekspektasi investor," imbuh dia.
Menurut Bhima jangan hanya angka yang dibicarakan, karena untuk pertumbuhan ekonomi di atas 5% saja membutuhkan pertumbuhan manufaktur yang baik, insentif fiskal yang baik, substitusi impor yang tepat.
Kemudian juga pemerintah harus mengelola sumber ekonomi baru seperti ekonomi digital, sektor pariwisata. "Sekarang ini kalau hanya menggunakan APBN akan sangat sulit untuk genjot pertumbuhan ekonomi. Yang dibutuhkan adalah bagaimana kerja sama dengan pelaku, kebijakan fiskal hingga stimulus untuk pelaku usaha," kata dia.
Misalnya memberikan izin BUMN untuk menggandeng pihak swasta ketika membangun infrastruktur. Hal ini agar tercipta pertumbuhan ekonomi dari kerja sama dua sektor tersebut.
Dia menambahkan saat ini di dunia yang setara dengan Indonesia tak ada yang memiliki pertumbuhan ekonomi hingga double digit.
"Mungkin ada negara lain yang pertumbuhan ekonominya tinggi, tapi tidak bisa disandingkan dengan Indonesia. China dan India saja pertumbuhan ekonominya di kisaran 6,5%," ujarnya. (kil/dna)