"Dalam konteks bisnis misalnya, aturannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip Pancasila, yaitu ideologi yang kita anut," ucapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/4/2019).
Dalam diskusi publik dengan tema Ekonomi Pancasila dalam Potret yang Berubah di Kampus ITB Ahmad Dahlan hari ini, ia mengatakan sistem ekonomi Indonesia harus berorientasi pada pemerataan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pemerataan dapat diwujudkan dengan adanya redistribusi, baik aset maupun akses.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta yang menjadi koordinator pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila, kerja sama KEIN dengan Badan Pembinaan Indeologi Pancasila (BPIP) menegaskan kunci pokok dari Sistem Ekonomi Pancasila dilihat dari orientasi akhirnya, yaitu menciptakan kemakmuran bersama sebagai tujuan utama. Hal ini sangat berbeda dengan sistem perekonomian lainnya yang berhenti pada orientasi profit.
"Sistem Ekonomi Pancasila menjadi semacam counter ideologi terhadap liberalisme yang terbukti menghasilkan perang. Kita harus mementingkan rakyat untuk menciptakan dunia yang damai," jelasnya.
Arif mengatakan dalam sistem ekonomi harus ada keberpihakan, keadilan dan bersifat afirmatif terhadap kelompok-kelompok yang lemah dan terlemahkan. Hal ini sesuai dengan salah satu corak Sistem Ekonomi Pancasila, yakni negara hadir untuk mendukung dan menopang pelaku pasar yang lemah terlemahkan.
"Maka kondisi tersebut menghendaki negara aktif dan hadir untuk menguatkan posisi usaha rakyat dalam kehidupan perekonomian dan menciptakan ekosistem usaha yang adil," jelas Arif.
Lebih lanjut, Arif menyampaikan meskipun Pancasila mengarahkan negara harus hadir dalam kegiatan ekonomi, namun Sistem Ekonomi Pancasila tidak antipasar. Sebab Sistem Ekonomi Pancasila tidak menolak kenyataan sosial, tetapi menegaskan bahwa pasar harus diatur agar tercipta lingkungan kegiatan ekonomi yang adil dan harmoni.
Pasalnya, pasar adalah relasi sosial yang merupakan resultan dari power dan capital. Dalam pasar ada arena konflik, kompromi dan kontestasi. Pasar adalah kondisi yang prosesual.
"Dalam keadaan bebas maka yang akan menguasai pasar adalah mereka yang memiliki kekuatan dan kapital berlebih. Pasar juga arena untuk mengakumulasikan kapital. Pasar akan menjadi alat berkembangnya kapitalisme dan imperialisme modal jika negara tidak hadir di dalamnya," tegas Arif.
Oleh karena itu, kata dia, sistem Ekonomi Pancasila harus menguatkan posisi usaha rakyat dalam kehidupan ekonomi, penciptaan ekosistem usaha yang adil, pemanfaatan sumber daya alam dan energi sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dengan prinsip kekeluargaan dan gotong royong. Dengan demikian, kemerdekaan dalam pasar menghajatkan keterlibatan pemerintah untuk menjaga keseimbangan demi terciptanya kesejahteraan bagi semua warga.
"Jadi bukan hanya para pemilik modal saja yang mendapatkan untung besar akan tetapi juga seluruh masyarakatnya dan itu bisa diwujudkan dalam sistem koperasi yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan gotong royong," ujarnya.
Mengamini ucapan Arif, Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif menambahkan diperlukan keseimbangan peran negara, peran pasar, dan peran komunitas untuk menciptakan ekonomi yang berbasis kolaborasi atau gotong royong.
"Gotong royong atau kolaborasi merupakan kata kunci dari Sistem Ekonomi Pancasila. Jadi tidak hanya memikirkan untung dan rugi, akan tetapi memikirkan bagaimana ekonomi yang inklusif. Untuk dapat mewujudkan kondisi itu, negara harus diberikan kewenangan untuk mengelola aspek-aspek yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak," kata Yudi. (prf/hns)