Berapa Lama Jokowi Effect Berdampak ke IHSG dan Dolar AS?

Berapa Lama Jokowi Effect Berdampak ke IHSG dan Dolar AS?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 18 Apr 2019 16:52 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra/detikFinance
Jakarta - Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sejumlah indikator keuangan seperti nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami penguatan.

Sekadar informasi IHSG sore ini ditutup di level 6.507 atau naik 25 poin (0,4%). Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 14.030 atau mengalami fluktuasi.

Ekonom CORE Piter Abdullah menjelaskan kemenangan Jokowi-Ma'ruf pada hitung cepat memang belum resmi. Bahkan semalam capres nomor urut 02 Prabowo Subianto masih mengklaim kemenangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi belum ada official data dan ada kemungkinan berlanjut gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi investor sepertinya masih akan menunggu," ujar Piter, Kamis (18/4/2019).


Dia mengungkapkan, selanjutnya jika hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah keluar dan menetapkan Jokowi sebagai presiden terpilih, masih ada potensi gangguan dari pihak yang tidak menerima keputusan tersebut.

"Lalu jika KPU sudah resmi menetapkan Jokowi sebagai presiden terpilih dan Prabowo menerima, rupiah juga masih tetap dipengaruhi oleh kondisi global. Jika globalnya tetap dovish, rupiah dalam jangka menengah panjang berpotensi menguat," imbuh dia.

Ekonom Bank DBS Masyita Crystallin menjelaskan usai Pemilu biasanya pasar merasa lebih optimis. Hal ini karena kemungkinan hasil Pemilu yang sejalan dengan hasil survei beberapa lembaga.

"Ini sesuatu yang wajar dan expected, bisa jadi sebagian dari upside terhadap rupiah ini sudah price in sebelumnya," kata dia.

Menurut dia, investor obligasi saat ini sudah cukup optimistis dengan Indonesia terutama di surat utang tenor panjang dan setelah hitung cepat keluar mulai mengalihkan dolar AS ke rupiah.


Dia menjelaskan neraca perdagangan yang mencatat surplus selama dua bulan berturut-turut juga membantu mendorong penguatan rupiah. Memang, ke depan yang harus diperhatikan adalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran.

Kemudian rendahnya harga minyak akhir tahun lalu dan stimulus China yang sudah mulai menunjukkan dampaknya menjadi positive upside untuk neraca perdagangan Indonesia.

Selanjutnya, Indonesia tetap kompetitif dari sisi investor obligasi global karena tingkat bunga yang masih cukup menarik, karena dikombinasikan dengan kebijakan makro yang pruden. (kil/ara)

Hide Ads