Sri Mulyani Panggil Auditor yang Periksa Laporan Keuangan Garuda

Sri Mulyani Panggil Auditor yang Periksa Laporan Keuangan Garuda

Dana Aditiasari - detikFinance
Jumat, 26 Apr 2019 14:21 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Keanehan pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia (GIAA) ternyata juga menarik perhatian Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Kemenkeu telah memanggil auditor yang bertanggung jawab terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia tersebut.

Pelaksana Harian Kepala PPPK Kementerian Keuangan Adi Budiarso mengungkapkan pemanggilan dilakukan untuk melihat fakta di balik laporan keuangan tersebut.

"Kita sudah panggil juga akuntannya. Kita sedang pelajari kontrak dan fakta di lapangan," kata Adi kepada CNBC Indonesia, Jumat (26/4/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dijelaskan Adi, pemanggilan auditor yang mengesahkan laporan keuangan emiten berkode GIAA ini semata-mata untuk melihat secara jernih kasus yang menimbulkan banyak tanda tanya oleh publik.


Bahkan, kajian terkait kontrak antara Garuda dan Mahata akan diperdalam oleh PPPK, apakah sudah sesuai dengan kode etik dan standar akuntansi yang berlaku.

"Kita meramu semua fakta dahulu. Berikutnya adalah analisis kontrak Garuda dan Mahata dan bagaimana akuntan melaksanakan tugas sesuai standard kode etik dan akuntansi/auditing yang berlaku," papar Adi lagi.

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai kejanggalan dalam laporan keuangan 2018 milik PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang paling penting untuk ditelaah adalah melihat karakteristik (nature) transaksi yang dilakukan.

Direktur Utama BEI Inarno Djayadi menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil manajemen Garuda Indonesia untuk meminta klarifikasi atas polemik tersebut.

"Pasti kita akan minta klarifikasi. Saya dengar dalam waktu dekat akan dipanggil," ujarnya kepada detikFinance, Kamis (25/4/2019).

Sekadar tahu pada 2018, perusahaan mengantongi laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Padahal di kuartal III-2018 Garuda Indonesia masih mengalami kerugian sebesar US$ 114,08 juta atau atau Rp 1,66 triliun jika dikalikan kurs saat itu sekitar Rp 14.600.


Ada dua komisaris yang enggan menandatangani laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia. Kedua komosaris itu merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.

Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akutansi keuangan (PSAK) nomor 23.

Sebab manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239.940.000, yang di antaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari Sriwijaya Air. Jumlah nominal tersebut masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan. (dna/das)

Hide Ads