Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatman menilai sejatinya penurunan TBA ini tak perlu dilakukan. Sebab kata dia, dilihat dari sisi hukum ekonomi, harga tiket pesawat seharusnya tidak turun saat permintaan sedang tinggi, dalam hal ini peak season jelang Lebaran.
"Logikanya, kalau permintaan tinggi, harga juga pasti tinggi. Dari demand meningkat di musim Lebaran kok harga malah diturunin," kata Gerry kepada detikFinance, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerry menilai, masyarakat tak akan puas penurunan TBA yang diputuskan pemerintah sebesar 16%. Padahal, kata dia, maskapai selama ini sudah menjual tiket pesawat dengan harga rugi.
"Mereka sadar nggak, masyarakat sadarnya nggak kalau maskapai jual rugi. Jadi, emang mahal. Buat saya juga mahal. Tapi saya tahu ongkosnya maskapai berapa, jadi wajar harga segitu," jelasnya.
Lebih lanjut Gerry menjelaskan, dengan adanya pemangkasan TBA ini maka ruang gerak maskapai dalam memberikan harga jadi terbatas. Ujung-ujungnya, kata Gerry, maskapai akan kembali menjual tiket pesawat dengan harga rugi.
"Maskapai ini ruang geraknya kejepit, karena tarif batas atasnya tidak memberikan mereka profit subsidi silang. Ujung-ujungnya palingan masih ada yang teriak kemahalan karena ingetnya cuman harga low season tahun kemarin," tutur Gerry. (fdl/zlf)