Bagaimana caranya? Direktur Utama BTN, Maryono, menjelaskan pengajuan KPR tersebut dengan membuka tabungan di BTN. Nantinya, penghasilan per bulan yang ditabungkan akan dihitung rata-ratanya. Untuk minimal penghasilannya, disamakan dengan rata-rata penghasilan formal MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah yaitu Rp 4.000.000 per bulan.
"Kalau MBR yang penghasilan tetap itu kan rata-rata penghasilan per bulannya Rp 4 juta. Di sini kita hampir samakan saja dengan 4 juta. Sehingga memenuhi persyaratan KPR mikro ini. Yaitu adalah dengan menggunakan berapa rata-rata tetap penghasilan dia," terang Maryono kepada detikFinance, Selasa (28/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema pembayaran KPR untuk MBR informal tersebut pun sama dengan MBR formal atau yang berpenghasilan tetap. Hanya saja, perhitungan kemampuan membayar pemohon atau repayment capacity (RpC) diakumulasikan dari rata-rata penghasilan per tahun. Hal ini menurut Maryono tidak akan memberatkan pemohon KPR yang berpenghasilan tidak tetap tersebut.
"Hampir sama skema pembayarannya. Hanya saja kita menghitung berapa rata-rata penghasilan dia setiap bulan atau setiap tahun. Sehingga kita akumulasikan kekuatan dari pada RpC-nya dia untuk mengasuh setiap bulannya, sehingga ini tidak memberatkan kepada end user," jelas Maryono.
Maryono menambahkan karena penghasilan MBR informal tidak sama jumlahnya per bulan, dia menyarankan penghasilan di saat ramai penjualan dialokasikan untuk pembayaran KPR mikro tersebut.
"Pada kondisi dia peak season pendapatannya bisa dipakai untuk pembayaran KPR," tuturnya.
BTN jadi Mitra BP Tapera
BTN akan menjadi mitra Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan membantu pemerintah dalam porsi pengeluaran anggaran untuk pembiayaan rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Maryono, menjelaskan kerja sama BP Tapera dengan BTN bertujuan untuk mengurangi pengeluaran anggaran pemerintah atas subsidi pembiayaan rumah MBR.
Jatah anggaran pemerintah untuk pembiayaan rumah MBR yakni 75%. Untuk itu, Maryono mengatakan BTN melalui BP Tapera ini dapat membantu lebih besar.
"Selama ini pembiayaan MBR itu kan memakai subsidi pemerintah kurang lebih 75% yang berasal dari anggaran pemerintah atau APBN. Nah dengan adanya Tapera ini kita harapkan, walaupun nanti masih ada anggaran dari pemerintah, sehingga dana yang bisa kita keluarkan bisa lebih besar," terang Maryono.
"Konsepnya ke sana. Sehingga pemerintah tidak akan terlalu berat untuk menganggarkan MBR ini," tambahnya.
Lebih lanjut, Maryono mengatakan, dengan adanya BP Tapera ini dapat menekan angka selisih ketersediaan rumah dan angka kebutuhan hunian alias backlog di Indonesia sebanyak 11 juta unit. Artinya, di Indonesia masih kekurangan 11 juta rumah.
"Karena kan ini dananya akan bergulir terus. Ada angsuran, nanti dipakai lagi untuk pembiayaan lainnya. Sehingga (dengan BP Tapera) ini yang 11 juta backlog itu akan bisa terpenuhi dalam tempo yang secepatnya," kata dia. (hns/hns)